Kena Upaniûad / Kenopaniûad
“Atas kemauan dan perintah siapa, pikiran menerangi objeknya. Atas perintah siapa pertama-tama daya vital (pràóa) bergerak ? Atas kemauan siapa manusia mengucapkan kata-kata ? Kecerdasan apakah yang sesungguhnya mengarahkan mata dan telinga?”
Kenopaniûad berasal
dari Sàma Weda dan cabang Thalawakaranya, sehingga ia juga
dikenal sebagai Thalawakaropaniûad. Nama Kena diambil dari kata
pertama dari úloka pertama Upaniûad tersebut yang berbunyi : “keneûitam
patati preûitam manaá kena pràóaá prathamaá praiti yuktaá. keneûitàý vàcam imàý
vadanti, cakûuá úrotraý ka u deva” - “Atas kemauan dan perintah siapa,
pikiran menerangi objeknya. Atas perintah siapa pertama-tama daya vital (pràóa)
bergerak ? Atas kemauan siapa manusia mengucapkan kata-kata ? Kecerdasan apakah
yang sesungguhnya mengarahkan mata dan telinga?”
Telinga,
kulit, mata, lidah, hidung, kelima indriya ini dapat mengenali suara, sentuhan
(raba), bentuk, rasa (kecap), dan bau yang merupakan objek-objek pengetahuan
dan hanya dapat diketahui oleh kelima indriya tersebut. Alam semesta dialami
melalui peralatan ini yang berdiri di tengah-tengah antara yang mengetahui dan
yang dapat diketahui. Kemampuan untuk memahami objek-objek tersebut, dinamakan
pikiran atau manas. Manas bergerak ke luar melalui jñànendriya yang
dikatakan terdahulu dan mengikatkan dirinya pada objek dan berbarengan pada
saat peristiwa itu pula, manas mengambil bentuk objek tersebut dan
inilah yang disebut wåtti atau fungsi. Manas adalah acetana
sehingga perubahan dan pemakaian, atau wikàra juga acetana, yaitu
tanpa kecerdasan dan tidak vital. Sebuah boneka kayu hanya memiliki bahan kayu,
demikian pula sebuah boneka gula-gula yang hanya memiliki gula. Manas yang acetana
tak dapat mencapai pengetahuan cetana atau kecerdasan tertinggi yang
meresapi alam semesta.
Seperti
kereta yang tanpa kecerdasan diarahkan oleh seorang kusir, seharusnya ada
seorang kusir yang mengarahkan manas yang tanpa kecerdasan yang duduk di
sana dan memilikinya sebagai sebuah kendaraan. Daya penggerak yang mengaktifkan
peralatan dalam, indriya gerak, indriya pengetahuan, lima pràóa semuanya
itu adalah Tuhan. Pertanyaan yang diajukan di atas mencantumkan bahwa daya-daya
ini berbeda dengan indriya. Oleh karena itu, secara alami mestinya si penggerak
keseluruhan kumpulan indriya ini berbeda dari manas, bukan? Mereka yang
ingin mengetahui Yang Abadi, yakin bahwa semua kegiatan dan gerak, cepat
berlalunya sehingga ia tidak khawatir tentang yang abadi.
Kesatuan
yang abadi itu tanpa hasutan, sehingga ia tak bergerak oleh dorongan yang tiga
jenis itu. Ia tidak memerintahkan indriya-indriya guna keperluan yang ini
maupun yang itu. Lalu akan timbul pertanyaan: “Apakah manas, pràóa, wàk,
mata, telinga, dan sebagainya itu masing-masing berfungsi karena dorongan dari
hukum-hukum sebab dan akibat? Atau, apakah mereka berbuat demikian itu,
digerakkan oleh kehendak dari daya sadar ?”
Telinga
memiliki kemampuan untuk mengetahui suara, mata diberi kemampuan untuk
mengetahui dan membedakan bentuk. Indriya lainnya juga diperlengkapi secara
demikian. Bila manas melalui indriya pengetahuan, mengamati suatu objek, kamu
memperoleh pengetahuan tentang objek tersebut. Oleh karena itu, kelima indriya
dan manas, semuanya merupakan peralatan pengetahuan. Bagaimana mereka
dapat mengatur pelaksanaan fungsi cerdik ini, pada hal mereka sendiri tanpa
kecerdasan ? Jawabannya adalah : Akibat
adanya àtma dan akibat dari pantulan kecemerlangan àtma pada antaákaraóa.
Matahari menyinari alam semesta dan mengaktifkannya dalam ribuan cara. Demikian
pula àtma, dengan teja-Nya, mengaktifkan oleh àtma,
seperti arus listrik yang memberi daya pada mesin-mesin dan bermacam-macam
peralatan cetak dan sebagainya tetapi tak terlihat. Arus listrik adalah si
penggerak dari gerakan, dan merupakan mesinnya mesin. Demikian pula àtmik
teja yang merupakan telinganya telinga, matanya mata, yang merupakan arus
pengaktif.
Anehnya
adalah : àtma itu tidak aktif dan
tanpa kualifikasi (kemampuan). Ingatlah, bahwa ia dengan manas dan
indriya tidak menyuruh apa pun untuk berbuat. Dia teraktifkan oleh kehadiran àtma
saja. Sinar matahari sama sekali tidak menyadari kegiatan yang
diberikannya, demikian pula àtma tidak bertanggung jawab terhadap
kegiatan dari indriya-indriya. (Ajaran ini diberikan oleh Waruóa kepada
putranya Bhågu.)
Mata,
apabila dicerahi oleh kesemarakan àtma, mampu untuk mengamati bentuk,
yang merupakan tugasnya, tetapi ia tak akan pernah dapat berharap untuk
mencerahi àtma, yang bercahaya sendiri. Lampu menerangi objek, tetapi
sebaliknya, objek tak dapat menerangi lampu. Wàk dapat melukiskan atau
menyatakan sesuatu sesuai kemampuan yang dimilikinya, seperti nama, bentuk, guóa,
kriyà dan sebagainya. Bagaimana mungkin ia dapat melukiskan atau
mendefinisikan yang tidak memiliki kualifikasi, tanpa nama, tanpa bentuk, tanpa
ciri-ciri, yaitu Paramàtma? Kamu
juga tak akan dapat melukiskan kemanisan atau rasa yang semacam itu dengan
kata-kata. Àtma bukanlah suatu subjek untuk penggambaran. Manas yang
tanpa kecerdasan tak dapat mengalami yang cerdas. Tak ada yang dapat mengetahui
Tuhan yang mengetahui segalanya, karena Ia mengatasi semua hal yang dapat
diketahui dan bila diketahui, Ia tidak lagi menjadi yang mengetahui ataupun
pengetahuan itu sendiri.
Brahman
adalah
jñànam itu sendiri, sehingga tak akan pernah “diketahui” oleh seorang
“yang mengetahui”. Dengan proses mengetahui, hal-hal lain dapat diketahui,
tetapi bukan pengetahuan itu sendiri. Lampu tak akan menghendaki lampu lain
untuk melihat dirinya, ataupun menghendaki sinarnya sendiri. Ia memiliki sinar
pada objek lainnya dan ia tidak mengharapkan sinar pada sinarnya sendiri;
demikian pula kamu merupakan sinar, yaitu àtma. Àtma pada dirimu
memiliki sifat yang sama dengan àtma pada semua makhluk; yang
satu-satunya merupakan realitas, yang tak memiliki batasan atau atribut,
ataupun kualifikasi.
Àtma
dapat
dikenali dengan belajar Úàstra, dan dengan mengikuti pesan-pesan yang
terdapat di sana. Yang tak dapat disinari dengan kata-kata atau wacana,
ataupun dengan indriya-indriya; yang menyinari kata-kata dan semua indriya,
itulah Brahman, atau àtma. Kanda pertama dari Upaniûad ini
menjelaskan bahwa Brahman tak mampu dibatasi, dikesampingkan ataupun
dilalaikan.
Karena
itu, bagi mereka yang menyatakan bahwa mereka telah melihat Brahman,
“Ia” belum merupakan suatu subjek penyelidikan dan pencarian selanjutnya.
Mereka belum mencapai tahap akhir, karena hal itu bukan jñàna murni,
tetapi merupakan suatu tipuan. Àtma seseorang yang mengetahui,
sesungguhnya adalah Brahman itu sendiri, yang merupakan ketentuan dari Wedànta
tanpa keragu-raguan, bukan ? Api tak dapat membakar dirinya sendiri, lalu
bagaimana dapat àtma mengetahui àtma; bagaimana yang mengetahui
dapat mengetahui dirinya sendiri ? Oleh karena itu, pertanyaan : Aku telah
mengetahui Brahman, menandakan bahwa itu merupakan tipuan dan bukan
pengetahuan yang sesungguhnya.
Dikatakan
bahwa Brahman memiliki berbagai bentuk yang dapat dikenali dan dapat
dihitung; namun hal itu hanya dalam batasan indriya yang dikualifikasikan
dengan nama dan rùpa. Dengan sendirinya yang Mutlak tak
memiliki suara, bau, rasa, raba ataupun wujud tetapi ada selamanya. Dalam
kegiatan apa pun kamu menyadari keberadaan-Nya, kegiatan itu memberi ciri-ciri
yang layak, dan dalam keadaan bagaimanapun úàstra - úàstra didiskusikan
dan ditentukan, keadaan itu menjadi úàstra khusus pencirian tentang Brahman.
Kesadaran (Caitanya) yang menjadi jelas apabila dibatasi dengan ikatan
atau wadah tertentu, maka Caitanya adalah Brahman. Caitanya itu
tanpa keterikatan, namun apabila dibayangkan dengan objek seperti badan fisik,
maka Ia memberikan kesan bahwa Ia terikat. Dari kenyataan bahwa apabila air
disebuah danau dikacaukan, gambaran (bayangan) matahari dipermukaan air
bergoyang, kamu tidak dapat menyimpulkan bahwa matahari di langit, yang jauh
dan terpencil, juga bergoyang. Matahari dan lapisan air di danau tak
berhubungan, dan tak ada hubungan yang dapat dikenakan antara keduanya.
Demikian juga badan apabila mengalami pertumbuhan, merosot, hancur, dan
sebagainya yang memberikan kesan bahwa àtma juga berakibat demikian;
tetapi àtma tak terpengaruh sama sekali. Brahman melampaui
pencapaian dari kecerdasan si pengamat, dan hanya dapat dicapai oleh mereka
yang membuang kecerdasannya sebagai suatu alat yang tak berguna. Hanya
pengalaman saja yang merupakan cara pendekatan pembuktian dan hasil. Keadaan
terakhir dari Brahma-Jñàna merupakan akhir dari semua pencarian dan
semua penyelidikan. Realisasi aktual atau Sàkûàtkàra merupakan hasilnya.
Tahapan tertinggi ini dicapai dalam samàdhi, penenangan dari segala
hasutan dalam segala tingkatan kesadaran, yang tentu saja sebelumnya didahului
dengan úrawaóa. Manana dan nididhyàsana yang dibantu buddhi atau
kecerdasan. Seseorang akan mendapat Satyaswarùpa, apabila ia memahami
sifat dari àtma; dan bila tidak, hal itu merupakan kehilangan yang
besar. Seorang jñànì mengenalinya pada setiap makhluk hidup dan pada
setiap objek, prinsip dari àtma yang meresapi segalanya, dan bila ia
meninggalkan dunia ini, ia menjadi terbebas dari kelahiran dan kematian.
Brahma-Jñàna
merupakan
warisan manusia, dan diberi hak padanya. Apabila ia sadar akan hal ini dan
berusaha, ia mencapai Jñàna dari Brahman, dengan mengambil cara
di atas, lalu kedudukannya di alam dunia ini sesungguhnya perlu diperhatikan,
tetapi bila sebaliknya, semuanya merupakan pemborosan. Àtma, bila
dikenali dalam kesadaran, gemerlap laksana cahaya kilat, dan pada tahap kedua
ia akan memperlihatkan kecemerlangan dan kesemarakannya; dan tak mungkin untuk
meraih keagungan sepenuhnya. Manas merupakan selubung dari àtma,
yang menentukan àtma atau menampakkannya. Sehingga, tampaknya menjadi
sangat dekat dengan àtma, dan membuatmu percaya bahwa ia mencapai-Nya;
hal yang tak mampu untuk dilakukan karena ia sangat dekat, seorang Sàdhaka membayangkan
bahwa pikirannya telah mewujudkan àtma dan ingin mengalaminya
berulang-ulang. Hal ini yang demikian itu tentu saja baik, karena memelihara
pencarian untuk bergabung dengan Brahman.
Seorang
Brahmajñàni, pertentangan antara dharma dan adharma, jasa
dan ganjaran, tidak ada. Kehidupan dharma memberikan loka atas setelah
mati dan kehidupan a-dharma membawa pada loka yang lebih rendah,
tetapi keduanya membelenggu sàdhaka yang patuh, yang matanya terlepas
dari ketidaktahuan dan realisasi kebenaran. Ia harus mencari untuk memetik tali
yang membelenggu hati kepada dunia objektif ini. Dengan demikian, ia
menginginkan suatu jawaban terhadap pertanyaan, yang menjadi awal dari Upaniûad
ini : Dengan apa pikiran mencapai benda-benda, dan sebagainya ? Untuk
mencapai Brahma-Jñàna, tapas, pengendalian diri, upacara Weda,
pemujaan gambaran Tuhan, semuanya merupakan bantuan yang baik. Jñàna memiliki
lokasi pada satya.
Upaniûad
ini
memberikan semua pencari Tuhan, ajaran (Upadeúa) tentang Brahmajñàna;
mengenai Brahman, yang merupakan satyam, jñànam dan ànandam.
Upaniûad ini mengambil nama dari kata pertamanya Kena, artinya oleh
siapa dan merupakan bagian dari Sàma veda. Upaniûad ini juga dikenal
dengan nama Talavakàra yaitu nama dari Bràhmaóa dalam Sàma Veda.
Terdiri dari 4 bagian dua bagian pertama merupakan puisi dan sisanya prosa. Bagian
puisi membahas brahman. Yang Maha Tinggi, azas mutlak yang mendasari
fenomena dunia dan bagian prosanya membahas tentang Yang Maha Tinggi sebagai
Tuhan Ìúvara. Pengetahuan tentang yang mutlak parà-vidyà yang
menjamin pembebasan (sadyamukti) hanyalah mungkin bagi mereka yang
sanggup menarik pikiran mereka dari obyek-obyek duniawi dan memusatkannya
kepada kenyataan terakhir daripada alam semesta. Pengetahuan tentang Ìúvara,
aparà vidyà, menempatkan seseorang kepada jalan pembebasan pada akhirnya (krama-mukti-pembebasan
bertahap). Jìva yang berbakti secara bertahap akan memperoleh kearifan
yang lebih tinggi yang menyebabkan adanya kesadaran kemanunggalan dengan Yang
Maha Tinggi.
Bersambung.. :)
Bersambung.. :)
Bersambung ke:
MANTRÀ
Baca juga:
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar