KAÞHA UPANIÛAD (1)
Cerita tentang Naciketah, yang diinisiasi dalam disiplin spiritual oleh Yama sendiri, di jumpai dalam Upaniûad ini.
Cerita yang sama juga terdapat dalam Taittirìya Bràhmaóa, dan juga dalam kitab Mahàbhàrata, pada bab ke-106 dari Anusasanaparwa. Upaniûad ini menjadi terkenal, disebabkan kejelasan dan kedalaman penggam-barannya. Banyak pemikiran yang diketengahkan di dalamnya, dapat dijumpai dalam kitab Bhagawad Gìtà. Karena ia milik dari Kathà Sakhà dari aliran Kåûóa Yajurweda, maka ia disebut Kaþhopaniûad.
Seorang pelaksana ritual yang ketat, bernama Wajasrawa, yang juga dikenal sebagai Gautama, melaksanakan
sebuah yàga. Sebagai bagian dari upacara kurban, ia menghadiahkan
beberapa ekor sapi yang sudah tidak mampu lagi makan rumput atau minum air dan
menghasilkan sedikit susu. Sapi-sapi itu juga sudah terlampau tua guna suatu
keperluan yang berat. Melihat hal ini, putranya yang cerdas dan bajik yang bernama Naciketah menyatakan bahwa
ayahnya berada dalam keadaan yang benar-benar menyedihkan, akibat dari
pemberiannya yang penuh dosa itu. Si anak ingin menyelamatkan ayahnya dari
nasib buruk, sejauh kemampuannya dan ia minta kepada ayahnya untuk
mempersembahkan dirinya sebagai pemberian kepada seseorang yang dikehendaki
ayahnya. Ia mendesak kepada ayahnya agar ia juga diberikan kepada seseorang.
Mendengar permintaan anaknya demikian, sang ayah menjadi gusar dan berteriak
dengan rasa jijik, “Aku akan memberikanmu kepada penguasa kematian”. Dalam hal
yang demikian, Naciketa berketetapan bahwa kata-kata ayahnya harus
ditepati walaupun diucapkan pada jiwa-loka, yang terpengaruh oleh
kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, ia memohon kepada ayahnya untuk
mempersem-bahkan dirinya dalam upacara ritual yang ketat, sebagai sebuah
pemberian kepada Yama.
Naciketa segera meneruskan perjalanannya menuju tempat
kediaman penguasa kematian. Ia telah menunggu selama tiga hari sebelum ia dapat
melihat Yama. Penguasa kematian merasa sedih dan minta maaf atas
keterlambatannya menerima tamu seorang
Bràhmaóa dan mempersilakan Naciketah (dengan cara penebusan dosa)
memilih tiga hadiah, satu untuk setiap malam yang ia habiskan di luar pintunya.
Pertama-tama Naciketah menghendaki, apabila ia kembali ke rumah dan
ke tempat asalnya, atas perintah-Nya, agar ayahnya mau menyambutnya dengan
senang, bebas dari segala kemarahan yang tidak pada tempatnya dan penuh dengan
ketenangan mental, dan keinginannya yang kedua adalah untuk mengetahui rahasia
absennya rasa lapar atau haus ataupun ketakutan akan kematian di surga. Yama
dengan suka hati memberikan kedua
permintaan ini, dan sebagai tambahan, Yama mentahbiskannya dalam sebuah
ritual khusus, beserta rahasianya. Naciketah mendengarkan dengan penuh
hormat dan menyimak rincian dari ritual tersebut dengan cepat dan jelas. Yama
sangat senang dengan murid barunya ini dan Ia memberi nama baru kepada Yàga
tersebut sebagai Naciketah Agni; yang merupakan hadiah tambahan bagi
pengelana muda ini. Naciketah berkata; “Junjunganku! Manusia itu mesti
mati; tetapi beberapa orang mengatakan bahwa kematian bukanlah akhir, dan bahwa
ada suatu kesatuan yang disebut àtma yang menghidupi badan dan indriya;
sedangkan orang lain menyatakan bahwa tidak ada kesatuan seperti itu. Sekarang,
karena aku memiliki kesempatan, aku ingin mengetahui tentang àtma dari‑Mu.
Yama ingin menguji keyakinan akan ketabahan si penanya dan ketegarannya
untuk mengetahui kebijaksanaan tertinggi. Apabila ia tidak layak, Yama
tidak ingin menyampaikan pengetahuan tersebut kepadanya. Lalu, Ia bersedia
memberikan berbagai macam hadiah yang berhubungan dengan kemakmuran duniawi dan
kebahagiaan, kepadanya. Ia mengatakannya bahwa àtma adalah sesuatu yang
sangat halus dan sukar dimengerti, yang melampaui pencapaian pemahaman biasa
dan ia meletakkan beberapa buah hadiah yang dapat dinikmati ‘lebih cepat’ dan
‘lebih baik’, dihadapannya. Naciketah menjawab : “Junjunganku yang
terhormat ! Uraianmu tentang kesulitan memahaminya membuat aku merasa bahwa aku
tak akan melewatkan kesempatan ini, karena aku tak dapat memperoleh guru lain
yang lebih mampu dari pada-Mu untuk menjelaskan hal tersebut kepadaku. Aku
minta hal ini sebagai hadiah yang ketiga dan tidak yang lainnya. Pilihan hadiah
yang Engkau sampaikan kepadaku tak dapat meyakinkanku akan keabadian
manfaatnya, dan hanya àtmajñàna sajalah yang dapat memberikan manfaat
seperti itu.”
Melihat kenyataan akan ketabahan serta sraddha
dari Naciketah sedemikian itu, Yama
terkesan dan menyimpulkan bahwa ia pantas untuk menerima kebijaksanaan
tertinggi tersebut. Yama berkata “Baiklah, anakku sayang! Ada dua type
pengalaman dan dorongan hati yang berbeda, yang disebut sebagai sreyas
dan preyas yang keduanya mempengaruhi sang pribadi; yang pertama
membebaskan sedangkan yang ke dua
mengikat. Yang satu membawa pada pembebasan dan satunya membawa pada penjelmaan
kembali. Apabila kamu mengejar jalan preya, kamu meninggalkan realisasi
dari tujuan tertinggi manusia, jauh di belakang. Jalan sreya dapat
dikenali hanya jalan preya ditelusuri oleh mereka yang bodoh dan murtad.
Widyà memperlihatkan jalan preyas. Secara alamiah, mereka yang
mencari jalan sreya sangatlah jarang.”
Yama melanjutkan;
“àtma itu tenang, tak tergoyahkan; ia adalah kesadaran yang tak terbatas
dan penuh. Mereka yang telah mengetahui àtma, tak akan tergerak oleh
pemikiran dualitas dari “ada” dan “tidak ada”, “si pelaku” dan “bukan si
pelaku” dan sebagainya. Àtma juga bukanlah suatu obyek yang diketahui! Ia
bukanlah yang mengetahui yang diketahui maupun proses mengetahui atau
pengetahuan. Pengungkapan hal ini merupakan visi teramat tinggi; dan
pemberitahuan satu hal ini merupakan instruksi tertinggi. Instrukturnya adalah Brahman,
dan yang diinstruksikan juga adalah Brahman. Realisasi dari kebenaran yang
senantiasa ada ini, menyelamat-kan seorang dari segala keterikatan dan gangguan
sehingga ia membebaskan seseorang dari kelahiran dan kematian. Rahasia besar
ini tak dapat dicapai dengan logika dan harus diperoleh dengan keyakinan pada Småti
dan dialami.”
“Àtma hanya mampu diketahui setelah
melalui ketabahan yang maha besar. Seseorang harus mengalihkan pikirannya dari
kebiasaan alami, yaitu dunia obyektif, dan menjaganya tetap tenang tak
tergoyahkan. Hanya seorang pahlawan yang dapat berhasil dalam petualangan dalam
sendirian dan mengatasi rangsangan-rangsangan ke-akuan dan khayalan! Kemenangan
itu sendiri sajalah yang dapat melepaskan ketakutan.”
Ajaran
Wedànta merupakan kebenaran tertinggi yang mampu diwujudkan oleh semua
orang. Semua naskah menyatakan hal tersebut dengan satu pendapat, dan ia juga
menyatakan bahwa pranàwa atau suku kata tunggal OÝ merupakan
simbol dari Para dan Apara Brahman; dan juga menyatakan bahwa upàsanà
dari pranàwa membawa dalam pencapaianmu pada tahap Hiraòyagarbha dan
membantumu untuk mencapai dua tahapan dari Brahman. Hiraòyagarbha
diselimuti oleh tirai paling tipis dari màyà dan melalui OÝ, ia
dapat disingkapkan dan Para serta Apara Brahman dapat diwujudkan.
Kaþhopaniûad juga menguraikan dengan teliti mengenai àtma dalam
berbagai cara. Dikatakan bahwa àtma tak dapat diukur, dan tak akan
pernah dapat diberi batasan-batasan, walaupun nampaknya demikian itu. Bayangan
matahari pada sebuah danau, bergelombang dan goncangan akibat dari gelombang
dan goncangan air; sedangkan mataharinya sendiri jauh di atas sebagai saksi. Ia
tak terpengaruh oleh media yang menghasilkan bayangan tersebut. Demikian pula àtma
yang merupakan saksi dari semua perubahan dalam ruang dan waktu.
Jìwa yang dipribadikan oleh kebodohan, merupakan peserta dari buah
perbuatan benar dan salah, baik dan jahat; sedangkan jìwa memalsukan
ikatan melalui ke-akuan dan melepaskan ikatan tersebut melalui buddhi,
sebagai daya perlawanan dari kebodohan. Mewujudkan semuanya itu merupakan
perolehan kesempatan dan indriya-indriya (luar dan dalam) memadamkan
kegiatan-kegiatan. Mengesampingkannya sebagai palsu dan menyesatkan;
menggabungkan semuanya dalam manas. Kembalikan manas ke dalam buddhi,
dan buddhi atau kecerdasan yang dipribadikan ke dalam kecerdasan kosmis
Hiraòyagarbha, dan setelah mencapai tahapan sàdhanà tersebut,
gabungkan kecerdasan kosmis pada àtmatattwa, yang tiada merupakan satu
perwujudan. Kemudian kamu mencapai tahapan Nirwikalpasamàdhi atau
ketenangan dalam kesatuan mutlak sempurna yang tak tergoncangkan yang merupakan
sifatmu yang sesungguhnya. Itulah rahasia yang diuraikan oleh Upaniûad
ini yang merupakan kenyataan bahwa semua ciptaan itu merupakan suatu
pertumbuhan dari nama dan rùpa.
Dikelirukan oleh màyà
(khayalan), kamu tak mampu melihat gurun tandus, dan takut oleh ular (yang
kamu bayangkan pada seutas tali), kamu tak mampu membedakan realitas dasar.
Khayalan yang tak memiliki awal yang memburu sang jìwi harus
dihancurkan. Mantra ke-14 dari Upaniûad ini membangkitkan sang jìwi dari tidur berabad-abad dan menuntunnya menuju tujuan. Àtma itu
sendiri mengatasi sabda, sparsa, rùpa, rasa dan gandha, serta tak
mengenal akhir. Indriya-indriya merupakan pengikat obyek, dan mengikatkan ke
arah luar. Àtma merupakan peralatan utama bagi segala kegiatan dan
pengetahuan yaitu daya motif bathin di belakang segala sesuatunya ini. Khayalan
yang bermacam-macam, bertumpuk-tumpuk tak terhitung jumlahnya itu, harus mati,
yang berasal dari ajñàna. “Banyak” di sini merupakan suatu khayalan yang
disebabkan oleh “keadaan”, yaitu suatu perasaan bahwa kamu terpisah dari Yang
Esa, yang merupakan asal mula dari segala sesuatu yang tampaknya lahir dan
mati, yang tampaknya dialami oleh pribadi-pribadi. Yama kemudian
menyatakan sifat Brahman kepada Naciketah, untuk melepaskan
keragu-raguan tentang masalah tersebut.
Seperti sebuah
sinar yang terhalang asap, Puruûa yang seukuran jempol (Angustamatra)
bersinar selamanya. Seperti banjir akibat hujan deras yang jatuh di pegunungan,
terpecah-pecah menjadi ribuan aliran air, demikian pula sang jìwi, yang
merasa banyak dan berbeda, jatuh ke bawah dengan sia-sia. Upaniûad ini
menyatakan bahwa tak sesuatu pun yang lebih tinggi dari pada àtma, atau
pun menyamainya. Akar dari sebatang pohon tak terlihat, dan tersembunyi di
bawah tanah, tetapi pengaruhnya terbukti kelihatan pada bunga yang dapat
dilihat, bukan ?
Hal ini merupakan kenyataan dari saýsàrawåkûa, atau pohon kehidupan.
Dari pengalaman tersebut kamu harus dapat menyimpulkan bahwa akar, yang dalam
hal ini adalah Brahman, merupakan penghidup dan penunjang, kata Yama.
Pohon Saýsàra itu seperti pohon mangga sulapan, yang hanya merupakan
ilusi. Mereka yang telah memurnikan buddhi-nya dapat meli-hat di
dalamnya, seperti pada sebuah cermin yang baik, sang àtma berada dalam
setiap kehi-dupan. Brahman adalah jñeyam, yaitu sesuatu yang
diketahui oleh para pencari pengetahuan, dan juga adalah upasyam, yaitu
sesuatu yang dicapai oleh para pencari pencapaian. Seorang jñàni dibebaskan
oleh visualisasi dari Brahman, tetapi seorang Upàsaka mencapai Brahmaloka
setelah kematian. Di sana ia bergabung pada Hiraòyagarbha dan pada
akhirnya kalpa, ia dibebaskan bersama-sama dengan Hiraòya-garbha
dan pada akhir kalpa, ia dibebaskan bersama-sama dengan Hiraòyagarbha
itu sendiri.
Naciketah memahami Brahmawidyà
yang diajarkan Yama kepadanya ini tanpa satu cacat pun; dan ia dibebaskan oleh
kematian dan mencapai Brahman. Selama Brahmawidyà ini
diperhatikan, maka mereka yang mencoba untuk mengetahui hal ini menjadi seorang
yang berkepribadian lebih baik, terbebas dari cacat dosa.
Upaniûad
ini telah mengajarkan dalam banyak cara, pokok-pokok mendasar tentang Pranàwaswarùpa,
úreyas dan brahmawidyà , uraian ini adalah untuk memberitahumu
sekarang ini tentang inti sari dari ajaran ini. Sudah barang tentu, satu mantra
sudah cukup untuk menyelamatkan mereka yang telah mempertajam kecerdasan dan
menginginkan pembebasan sepenuhnya.
Àtma itu seperti
samudra, dan untuk menyuruh seseorang memahaminya, kamu tak perlu memintanya
untuk meminum seluruh air samudra tersebut. Setetes air yang ditaruh di lidah
akan memberinya pengetahuan yang diperlukan. Demikian pula, apabila kamu
menghendaki untuk mengetahui Upaniûad, kamu tak perlu mengikuti setiap
mantra. Pelajari dan alami pengertian dari satu mantra; kamu dapat mewujudkan
tujuanmu tanpa kegagalan. Pelajari dan laksanakan, itulah rahasia dari segala
ajaran spiritual.
Kaþha Upaniûad, juga disebut Kaþhakopaniûad
yang termasuk dalam aliran Taittirìya dari Yayur Veda, memakai
tema ceritera yang terdapat dalam susastra Devanagari (Sanskerta) kuno.442 Seseorang bràhmaóa yang miskin dan saleh. Vàjaúravasa,
melaksanakan yajña dan mendermakan kepada para pendeta, sapi-sapi yang
sudah tua dan linglung. Putranya Naciketa merasa risih atas pelaksanaan yajña
yang tidak sesuai dengan aturan yang dilakukan oleh ayahnya, mengusulkan supaya
dirinya saja yang dijadikan korban (daksinà) untuk salah seorang
pendeta. Ketika dia bersikeras dalam permintaannya, sang ayah menjadi marah
sekali dan mengutuk: ‘Kepada Yama kamu akan kuberikan’. “Naciketa pergi ke
tempat persemayaman Yama dan tidak menemukan beliau di sana ; dia menunggu
sampai 3 hari 3 malam tanpa makan. Yama ketika kembali menjanjikan tiga hal
kepada Naciketa atas hal yang dialaminya. Permintaan Naciketa pertama adalah
supaya dia bisa kembali hidup dengan orang tuanya. Permintaannya yang kedua:
“Ceritakan kepada hamba bagaimana perbuatan baik (istà-purta) hamba
tidak akan habis-habisnya”, dan permintaan ketiga: “Ceritakanlah kepada hamba
bagaimana mengatasi kematian kembali”, (punar mrtyu). Pada Upaniûad
ini permintaannya yang ketiga dianggap sebagai jalan penerangan pada saat
“transisi besar” yang disebut kematian. Upaniûad ini, terdiri dari 2 pasal dan
masing-masing pasal terdiri dari tiga Valli atau bagian. Ada beberapa
pesan-pesan yang umum yang bisa ditemukan baik dalam Gità maupun dalam Kaþha
Upaniûad.
MANTRA
s h navvtu - sh nO .unµ¦ - sh v¢y| krvavhW - tejiSv nav/¢tmStu - ma iviÜzavhW - AO' xaiNt" xaiNt" xaiNt" --
sa ha nàv avatu, saha nau bhunaktu, saha vìryaý karavàvahai: tejasvi nàv adhìtam astu: mà vidviûàvahai; auý úàntiá, úàntiá, úàntiá.
Semoga Dia melindungi kami berdua; Semoga Dia berkenan kepada kami berdua; semoga kami bisa bekerja bersama dengan semangat: semoga pelajaran kami menerangi kami; semoga tidak ada ketidakcocokkan diantara kami berdua; Aum, úàntih, úàntih, úàntih.
Lihat juga T.U.II dan III. Murid dan guru berdoa untuk kerja sama yang harmonis dalam mempelajari sungguh-sungguh dan bersemangat
BAB I
Bagian 1
NACIKETA DAN AYAHNYA
£xNh vW vajè[vs" svRveds' ddO - tSy h nickwta nam pu] Aas --1--
1. uúan ha vai vàjaúravasaá sarva-vedasaý dadau. tasya ha naciketà nàma putra àsa.
1. Mengharapkan (buah dari yajña Viúvajit) Vàjaúravasa, kata mereka, mendermakan semua yang dimilikinya. Dia memiliki seorang putra bernama Naciketa.
uúan: mengharapkan. Nampaknya pada jaman Upaniûad ini, agama yajña dari Bràhmaóa adalah populer. Keinginan, baik yang bersifat duniawi maupun rohani adalah motif yang terpenting. Upaniûad ini menuntut kita kepada tujuan yang lebih tinggi. “Dia yang sudah terbebas dari nasfu perhatikanlah dia”. II.20
uúan:kadang-kadang diartikan sebagai keturunan Vàjaúravasa.443 mendermakan semua miliknya, dia dilukiskan sebagai secara sukarela menyerahkan semua miliknya, saýnyàsa, supaya memperoleh keinginan rohaninya
naciketa: dia yang tidak tahu dan karena itu ingin mengetahui.
Pengarang ingin membedakan antara Vàjaúravasa, sebagai contoh dari upacara-upacara luar dan Naciketa, sebagai pencari/kearifan rohani. Vàjaúravasa mewakili agama kolot dan hanya berbakti kepada bentuk-bentuk luar saja. Dia membuat yajña dan berderma tetapi yang tidak layak. Formalitas dan kemudian kemunafikan sang ayah melukai perasaan anaknya.
BERSAMBUNG : KAÞHA UPANIÛAD (2)
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar