MÀÓÐÙKYA UPANIÛAD
Upaniûad ini merupakan inti dari Wedànta; yang terdalam di antara semua Upaniûad dan juga merupakan yang paling utama, memiliki kelainan pembahasan yang dengan sendirinya cukup untuk membebaskan manusia.
Upaniûad ini sangat ringkas dan hanya terdiri dari 12 buah mantra, yang secara keseluruhan dibagi menjadi 4 bagian, yaitu : Agama, Waitathya, Adwaita, dan Alàtaúànti. Dalam Àgamaprakaraóa, diuraikan tentang masalah rahasia ajaran dari Pranàwa, yang merupakan kunci untuk realisasi diri. Dalam prakaraóa yang kedua, ajaran tentang dualitas yang merupakan halangan terbesar untuk mencapai pembebasan, dibahas dan ditangkis. Dalam prakaraóa ketiga, adwaita atau kesatuan non dualitas dikemukakan. Prakaraóa terakhir menggambarkan pertentangan ajaran non Wedik secara timbal balik tertentu dan menolak.
Tak ada suara atau bunyi melampaui
pengetahuan tentang Oý; semua bunyi merupakan pertukaran dan hasil dari Oý.
Brahman juga adalah Oý, yang dipersamakan dengan Oý dan
oleh Oý Brahman, yang melampaui penglihatan, berwujud guna penglihatan
itu sendiri sebagai àtma.
Perbedaan antara wiúwa, taijasa
dan prajña, hanyalah penampakan yang dikenakan terhadap àtma yang
seterusnya sama, tak terpengaruh oleh
tahapan jaga, mimpi dan tidur lelap dari keberadaan manusia. àtma ini
dan àtma yang disebut seseorang sebagai “aku”, keduanya adalah sama.
Sang “aku” atau àtma itu berenang laksana ikan di sungai, tanpa
memperhatikan tepian sungai yang membatasi dan mengarahkan aliran air sungai
itu. Dalam keadaan tidur lelap, semua wàsanà atau kesan-kesan dihentikan
sementara dan walaupun ia tetap ada, tetapi ia tidak muncul atau aktif. Dalam
keadaan bermimpi, manusia mengikuti kesan-kesan tersebut dan mendapatkan
kenikmatan dalam proses tersebut. Segala tarikan dan pertunjukan dari dunia
indriya yang bermacam-macam itu yang memaksa manusia menuju obyek-obyek di
sekelilingnya, muncul selama keadaan jaga dan mimpi. Pikiran di kelilinginya,
muncul selama keadaan jaga dan mimpi. Pikiran dipenuhi dengan hasutan dan ini
merupakan lapangan yang subur, tempat tumbuhnya wàsanà, berkembang dan
berakar. Kenyataannya, hasutan pikiranlah yang menyebabkan terjadinya ciptaan
yang ada di belakang semua såûþhi ini.
Betapapun, ada tahapan keempat yang
berbeda dengan ketiga tahapan sebelumnya, yang dinamakan turìya. Tahapan
ini tak dapat diuraikan dengan kata-kata ataupun dibayangkan oleh pikiran,
karena ia melampaui buddhi dan manas. Pengalaman itu secara
memadai digambarkan sebagai úàntam, úiwam dan adwaitam, hanya itu saja; yaitu damai, tenang, dan satu
tiada duanya. Di sini hasutan mental ditenangkan sehingga pikiran tak ada lagi.
Ia merupakan penakluk dari pikiran, yaitu tahapan amanaska atau
penolakannya. Dalam tahapan tidur lelap, pikiran mengendap; dalam tahapan
mimpi, pikiran gelisah dengan hasutan-hasutan dan dalam tahap jaga, ia aktif
dan menggerakkan. Dalam ketiga tahapan ini, kebenaran tetap tak diketahui.
Dunia obyektif hanyalah merupakan suatu khayalan dari hasutan pikiran, seperti
khayalan terhadap tali bagaikan ular yang tidak ada. Alam dunia ini tidak lahir
ataupun mati; ia tampak lahir bila kamu bodoh dan tampak mati bila kamu menjadi
bijaksana.
AUM
dari Oýkàra, menyatakan tentang wiúwa, taijasa dan prajña,
aspek dari tahapan keberadaan jaga, bermimpi dan tidur lelap yang masing-masing
memiliki satu peranan tertentu dalam sàdhanà. Upàsanà, saat A lebih
ditekankan, membuat seseorang mewujudkan semua keinginan; apabila U yang
dikonsentrasikan, jñàna akan bertambah, dan apabila M yang khusus
direnungkan, maka penggabungan akhir dari atma dengan Yang Tertinggi yang akan
terjadi. Upàsanà dari pranàwa, juga akan memperoleh pengetahuan
tentang kebenaran alam semesta dan ciptaan. Oleh karena itu, upàsaka dari
pranàwa menarik ke dalam dirinya sendiri pemujaan dari semuanya.
A, U dan M berlanjut terus dari yang
satu ke yang lain dalam pranàwa, dan akhirnya bergabung dalam A-mantra,
suatu resonansi tanpa huruf, yang menipis menjadi bening. Itulah simbol dari úàntam,
úiwam, dan adwaitam, yaitu penggabungan dari àtma yang
dipribadikan dalam yang universal, setelah pencurahan dari pembatasan nama dan
wujud tertentu. Hal ini belum menyangkut kesemuanya. Kàrikà 24 sampai 29
dari Upaniûad ini memuji pranàwa sebagai penyebab penciptaan. Ia
dipuji sebagai peredam segala kesedihan. Mengapa demikian ? Mereka yang
merenungkan Oý, selalu sadar tentang kenyataan, di belakang semua
penampakan yang tidak nyata ini, dari paramàtmatattwa itu sendiri.
Pada bagian pertama, keunikan adwaitik
dari àtma, dijelaskan dalam suatu cara umum; dan pada bagian kedua,
seperti yang sudah dikatakan di muka, penempatan dari dua kesatuan, yaitu Tuhan
dan alam semesta, diperlihatkan sebagai kesalahan dan tidak tetap. Pada bagian
yang disebut adwaita spesifik, ajaran tersebut dijelaskan dengan perbantahan
dan pengesahan. Pada mulanya alam semesta terpendam dan tak terwujud, dan Brahman
adalah Dirinya sendiri yang merupakan suatu wujud keberadaan sehingga
pencerminan pada akibat tersebut tidak akan membawa manusia pada sumber dari
segala sesuatu. Dalam Upaniûad ini Brahman terlihat bukan sebagai
akibat, tetapi Ia adalah penyebab awal; yang tak terlahirkan maupun terbatas;
dan Dia tidak pecah menjadi semua kejamakan ini.
Àtma itu seperti àkàúa atau ether, yang meresapi
segalanya. Ia dapat tampak tertutup dalam batas tertentu, seperti sebuah periuk
atau sebuah ruangan dan dapat dikatakan, hal yang demikian itu sebagai
dipribadikan. Tetapi dalam pembatasan tersebut, tak ada kebenaran. Badan juga
seperti periuk tersebut yang membatasi àkàúa yang tertutup di dalamnya,
bagi semua penampakan. Tak ada perbedaan dasar antara àkàúa di dalam
periuk dan àkàúa di luar periuk; singkirkanlah faktor pembatas tersebut,
maka keduanya adalah satu. Bila badan dihancurkan, sang jìwi bergabung
dengan yang universal atau Paramàtma. Pembatasan itulah yang tampak
untuk membatasi sang àtma, yang tiada lain adalah Paramàtma itu
sendiri. Sang jìwi tak akan pernah dapat dianggap sebagai satu anggota atau awayawa, maupun
penyesuaian atau wikàra dari Paramàtman.
Kelahiran dan kematian dari jìwi,
dan berkelana di angkasa dari satu loka ke loka lainnya, semuanya itu tidak
nyata; hanya merupakan penampakan dan bukan realitas. Menyelamlah ke dalam
permasalahan tersebut, dan kamu akan mendapatkan bahwa dwaita tidak
bertentangan dengan adwaita. Pertentangan yang terjadi adalah antara
berbagai keyakinan dwaitik dan aliran pemikiran saja. Bagi seorang adwaitin,
semuanya ini adalah Parabrahman, sehingga ia tak mengenal
pertentangan. Bagi seorang Dwaitin, selalu ada suasana keterikatan dan
kebanggaan serta kebencian, karena di sana selalu ada dua hal berupa ketakutan
dan keterikatan serta segala akibat penderitaan. Adwaita merupakan
kebenaran tertinggi; sedangkan Dwaita merupakan suatu sikap mental
tertentu. Oleh karena itu, dualisme dapat menggerakkanmu hanya sepanjang
pikiran masih aktif. Dalam keadaan tertidur atau dalam samàdhi, tak ada
hal yang dikenal sebagai “dua”. Apabila awidyà menguasai perbedaan
meraja lela; sedang apabila widyà ditegakkan, kesatuan akan dialami.
Oleh karena itu, tak ada pertentangan atau pertengkaran antara Dwaita
dan Adwaita. Tali merupakan penyebab dari semua khayalan dan tipuan;
Brahman merupakan penyebab dari segala khayalan dan tipuan yang dinyatakan
dengan kata “alam” atau “jagat” ini.
Adalah tidak benar untuk mengatakan
bahwa Paramàtma lahir sebagai jagat, karena bagaimana dapat
kemampuan utama yang satu atau swabhàwa dirubah ? Kejamakan
bukanlah ciri-ciri dari Paramàtmatattwa. Úruti menyatakan hal ini dalam
berbagai konteks permasalahan. Bahkan menolak mereka yang melihat-Nya sebagai
banyak. Saksi dari segala tahapan pikiran, bahkan pada penghilangannya, tak
pernah dapat dikenali sebagai pikiran. Hanya saksi itu sendiri sajalah yang
abadi, tak terpengaruh oleh waktu dan ruang. Itulah yang merupakan àtma-caitanyam,
yaitu satyam atau kebenaran; sedangkan yang lainnya, semuanya tidak
nyata.
Palingkan pikiran dari dunia indriya
melalui pelaksanaan pembedaan (wiweka) dan ketidak terikatan (wairàgya);
maka kamu mencapai keadaan Amanobhawa, yaitu pengalaman tanpa pikiran.
Di samping itu, kamu harus mengingat hal lain, yaitu usaha untuk mengendalikan
pikiran tanpa suatu pengertian yang jelas dari sifat dunia indriya, merupakan
usaha sia-sia yang tak ada nilainya, pada saat keterikatan tidak berakhir dan
hasutan tak akan berkurang secara mudah.
Mereka akan berkecambah lagi pada
kesempatan pertama. Apa yang harus dilakukan adalah mengembangkan kelembaman
pikiran selama tidur lelap ke dalam satu tahapan ke tak terpakaian yang
permanen. Apabila yakin bahwa semua pengalaman indriya tidak nyata dimantapkan
secara baik dan sungguh-sungguh, pikiran tidak akan berfungsi lagi sebagai
suatu perantara pembingung; dan ia akan mengendap tanpa daya, sebagai suatu
anggota yang almarhum. Bagaimanapun laparnya seseorang, ia tak akan memakan sesuatu
yang sudah dibuangnya, bukan?
Untuk mengetahui àtma, yang
merupakan tujuan realisasi, adalah menghilangkan tidur, lahir, nama, rupa, dan
sebagainya; yang secara kekal semarak sendiri, atau nityaswayamprakaúa,
dan untuk mengetahui hal ini adalah mengatasi semua wikàra atau hasutan
dari pikiran. Mengusahakan untuk mengekang pikiran tanpa bantuan pembedaan atau
membuat manusia mengetahui ketidaknyataan dari obyek-obyek wiûaya,
adalah seperti berusaha mengosongkan lautan dengan memakai selembar rumput yang
jelas merupakan kebodohan dan sia-sia. Mantapkanlah dalam keyakinan bahwa alam
ini merupakan suatu mytos atau fantasi, lalu kamu dapat mengharapkan praúànti
dan abhaya, yaitu kedamaian dan tanpa rasa takut.
Seperti daya penggerak di belakang
setiap kelahiran atau produk yang harus menjadi satu tujuan, demikian pula sat
atau asat, ataupun sat-asat, bukan ? Apakah sesungguhnya
yang merupakan perubahan yang terjadi ? Penyebab atau karaóa
mengalami perubahan atau wikàra dan mendapat perubahan menjadi karya.
Baiklah, sat tidak memiliki wikàra, sehingga tak ada kelahiran
yang mungkin berasal dari sat. Asatya merupakan ketiadaan dan tak
sesuatu bersama-sama. Oleh karena itu, sat dan asat tak dapat
dipahamkan bersama-sama. Oleh karena itu, secara logika tak ada sesuatu apa pun
yang dapat dilahirkan atau dihasilkan; dan karaóa tak dapat menjadi karya.
Apabila kami ingat api, kamu tidak
merasakan panas; hanya apabila kamu memegangnya, maka kamu akan merasakan
panas. Demikian pula semua objek berbeda dengan jñàna tentang hal itu.
Pengetahuan adalah satu hal, sedang pengalaman nyata merupakan hal lainnya.
Selanjutnya, penyelidikan tentang penyebab awal merupakan petualangan yang
tanpa akhir; karena walaupun ularnya tidak ada sama sekali seseorang melihatnya
pada seutas tali yang kesemuanya itu merupakan sebuah rekaan dari khayalan
semata. Dalam mimpi yang tak sesuatu pun ada yang nyata, segala kegembiraan dan
kesedihan dari kejamakan itu dialami. Bagi persekongkolan dan penyimpulan dari
pikiran, tak diperlukan dasar ataupun penjelasan lebih lanjut. Penyimpulan yang
tak dapat ditanggapi tentang alam dunia yang tidak nyata, akan mengusik pikiran
selama pencerahan dari kebenaran tidak ada. Sangkutan khayalan adalah nasib
dari mereka yang terserap dalam awidyà atau ajñàna.
Upaniûad ini telah menyatakan dalam istilah-istilah yang jelas
bahwa sat tak akan pernah dapat menjadi penyebab bagi karya,
yaitu asat. Dunia luar diciptakan oleh citta kita sendiri,
seperti asap yang muncul dari pembakaran sebuah dupa. Segala sesuatu menjadi
tampak, adhyàsa atau àbhàsa, yaitu dikelirukan terjadi demikian,
tetapi nyatanya tidak ada. Suasana ajñàna merupakan lahan yang subur
bagi kelahiran dan kejamakan mereka. Saýsàra, yang memiliki karakter
dualis dari evolusi, timbul dan tenggelam, merupakan hasil dari kekeliruan
semacam itu.
Karena Paramàtma merupakan Sarwàtmaswarùpa,
tak ada kemungkinan dari sebab-akibat atau keinginan-pemenuhan, atau
tujuan-hasil yang tampak di dalamnya. Bagi mereka yang telah memiliki visi àtma,
kesemuanya ini adalah àtma. Benih yang tertulari màyà, akan
menumbuhkan pohon yang tertulari màyà pula, yang keduanya palsu dan
ngambang. Demikian pula kelahiran dan kematian dari jìwi, keduanya
palsu; hanya merupakan kata-kata yang tak bermanfaat. Sesuatu yang terlihat
dalam mimpi, tak berbeda dengan si pemimpi, bukan ? Mereka tampak sebagai
berbeda dan seperti berada di luar si pemimpi, tetapi sesungguhnya mereka
merupakan bagian dari si pemimpi yang muncul dari kesadarannya sendiri. Yang
merupakan saksi, tidak memiliki awal ataupun akhir. Ia tak terbelenggu oleh
tugas atau kewajiban yang salah atau yang benar. Untuk mengetahui hal ini dan
untuk mendapatkan kepastian dalam pengetahuan tersebut adalah untuk mencapai
pembebasan dari belenggu tersebut. Riak gelombang citta lah yang menyebabkan
sesuatu itu muncul, dan cittaspandana merupakan penyebab dari utpatthi.
Renungkanlah hal ini dan capailah tahapan turìya dari kesadaran. Maka,
nama, rùpa, wastu, bhawa, semuanya bergabung dalam àtma esa yang
meresapi segalanya, dan melingkupi segalanya.
Upaniûad
ini mengajarkan manusia filsafat inti, dalam
istilah-istilah yang paling singkat. Ia sama sekali tidak menunjukkan pada karma
atau pokok-pokok sejenis. Ia membahas tentang diri sendiri yang murni dengan
ilmu àtmatattwa.
Màóðùkya Upaniûad
termasuk dalam Atharva Veda dan terdiri dari
dua belas mantra. Susastera ini berisi penjelasan tentang azas yang
terdiri dari tiga unsur a, u, m yang berhubungan dengan tiga keadaan
yaitu waktu terjaga, mimpi, dan tidur tanpa mimpi. Àtman Yang Maha
Tinggi terwujud dalam alam ini pada bentuk kasar, yang halus dan yang mempunyai
segi sebab musababnya.
Memberikan jawaban atas empat kesadaran waktu terjaga, mimpi, tidur
tanpa mimpi, dan kesadaran rohani, ada segi-segi dari Kepribadian Tuhan, yang
terakhir ini saja yang mencakup semua dan yang sesungguhnya nyata. Yang Mutlak
dari kesadaran gaib adalah yang nyata dari Tuhan dalam agama. Dikatakan bahwa Upaniûad
ini sendiri saja sesungguhnya sudah cukup untuk membawa seseorang ke arah
pelepasan. Gauðapàda, gurunya Úrì Úaòkara menulis Kàrikà yang termashur
mengenai Upaniûad ini, yang merupakan penjelasan pertama yang sistimatis
mengenai Advaita Vedànta yang turun kepada kita. Úrì Úaòkara
mengomentari baik Upaniûad ini maupun Kàrikà.
Bersambung ke : Màóðùkya Upaniûad 2
Baca juga:
Bersambung ke : Màóðùkya Upaniûad 2
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar