Selasa, 15 Mei 2012

Mandukya Upanisad

MÀÓÐÙKYA UPANIÛAD

Upaniûad  ini merupakan inti dari  Wedànta; yang terdalam di antara semua Upaniûad dan juga merupakan yang paling utama, memiliki kelainan pembahasan yang dengan sendirinya cukup untuk membebaskan manusia.  


Upaniûad ini sangat ringkas dan hanya terdiri dari 12 buah mantra, yang secara keseluruhan dibagi menjadi 4 bagian, yaitu : Agama, Waitathya, Adwaita, dan Alàtaúànti. Dalam Àgamaprakaraóa, diuraikan tentang masalah rahasia ajaran dari Pranàwa, yang merupakan kunci untuk realisasi diri. Dalam prakaraóa yang kedua, ajaran tentang dualitas  yang merupakan halangan terbesar untuk mencapai pembebasan, dibahas dan ditangkis. Dalam prakaraóa ketiga, adwaita atau kesatuan non dualitas dikemukakan. Prakaraóa terakhir menggambarkan pertentangan ajaran non Wedik secara timbal balik tertentu dan menolak.

Tak ada suara atau bunyi melampaui pengetahuan tentang ; semua bunyi merupakan pertukaran dan hasil dari . Brahman juga adalah , yang dipersamakan dengan dan oleh Oý Brahman, yang melampaui penglihatan, berwujud guna penglihatan itu sendiri sebagai àtma.

Perbedaan antara wiúwa, taijasa dan prajña, hanyalah penampakan yang dikenakan terhadap àtma yang seterusnya sama, tak  terpengaruh oleh tahapan jaga, mimpi dan tidur lelap dari keberadaan manusia. àtma ini dan àtma yang disebut seseorang sebagai “aku”, keduanya adalah sama. Sang “aku” atau àtma itu berenang laksana ikan di sungai, tanpa memperhatikan tepian sungai yang membatasi dan mengarahkan aliran air sungai itu. Dalam keadaan tidur lelap, semua wàsanà atau kesan-kesan dihentikan sementara dan walaupun ia tetap ada, tetapi ia tidak muncul atau aktif. Dalam keadaan bermimpi, manusia mengikuti kesan-kesan tersebut dan mendapatkan kenikmatan dalam proses tersebut. Segala tarikan dan pertunjukan dari dunia indriya yang bermacam-macam itu yang memaksa manusia menuju obyek-obyek di sekelilingnya, muncul selama keadaan jaga dan mimpi. Pikiran di kelilinginya, muncul selama keadaan jaga dan mimpi. Pikiran dipenuhi dengan hasutan dan ini merupakan lapangan yang subur, tempat tumbuhnya wàsanà, berkembang dan berakar. Kenyataannya, hasutan pikiranlah yang menyebabkan terjadinya ciptaan yang ada di belakang semua såûþhi ini.

Betapapun, ada tahapan keempat yang berbeda dengan ketiga tahapan sebelumnya, yang dinamakan turìya. Tahapan ini tak dapat diuraikan dengan kata-kata ataupun dibayangkan oleh pikiran, karena ia melampaui buddhi dan manas. Pengalaman itu secara memadai digambarkan sebagai úàntam, úiwam dan adwaitam,  hanya itu saja; yaitu damai, tenang, dan satu tiada duanya. Di sini hasutan mental ditenangkan sehingga pikiran tak ada lagi. Ia merupakan penakluk dari pikiran, yaitu tahapan amanaska atau penolakannya. Dalam tahapan tidur lelap, pikiran mengendap; dalam tahapan mimpi, pikiran gelisah dengan hasutan-hasutan dan dalam tahap jaga, ia aktif dan menggerakkan. Dalam ketiga tahapan ini, kebenaran tetap tak diketahui. Dunia obyektif hanyalah merupakan suatu khayalan dari hasutan pikiran, seperti khayalan terhadap tali bagaikan ular yang tidak ada. Alam dunia ini tidak lahir ataupun mati; ia tampak lahir bila kamu bodoh dan tampak mati bila kamu menjadi bijaksana.
AUM dari Oýkàra, menyatakan tentang wiúwa, taijasa dan prajña, aspek dari tahapan keberadaan jaga, bermimpi dan tidur lelap yang masing-masing memiliki satu peranan tertentu dalam sàdhanà. Upàsanà, saat A lebih ditekankan, membuat seseorang mewujudkan semua keinginan; apabila U yang dikonsentrasikan, jñàna akan bertambah, dan apabila M yang khusus direnungkan, maka penggabungan akhir dari atma dengan Yang Tertinggi yang akan terjadi. Upàsanà dari pranàwa, juga akan memperoleh pengetahuan tentang kebenaran alam semesta dan ciptaan. Oleh karena itu, upàsaka dari pranàwa menarik ke dalam dirinya sendiri pemujaan dari semuanya.

A, U dan M berlanjut terus dari yang satu ke yang lain dalam pranàwa, dan akhirnya bergabung dalam A-mantra, suatu resonansi tanpa huruf, yang menipis menjadi bening. Itulah simbol dari úàntam, úiwam, dan adwaitam, yaitu penggabungan dari àtma yang dipribadikan dalam yang universal, setelah pencurahan dari pembatasan nama dan wujud tertentu. Hal ini belum menyangkut kesemuanya. Kàrikà 24 sampai 29 dari Upaniûad ini memuji pranàwa sebagai penyebab penciptaan. Ia dipuji sebagai peredam segala kesedihan. Mengapa demikian ? Mereka yang merenungkan Oý, selalu sadar tentang kenyataan, di belakang semua penampakan yang tidak nyata ini, dari paramàtmatattwa  itu sendiri.

Pada bagian pertama, keunikan adwaitik dari àtma, dijelaskan dalam suatu cara umum; dan pada bagian kedua, seperti yang sudah dikatakan di muka, penempatan dari dua kesatuan, yaitu Tuhan dan alam semesta, diperlihatkan sebagai kesalahan dan tidak tetap. Pada bagian yang disebut adwaita spesifik, ajaran tersebut dijelaskan dengan perbantahan dan pengesahan. Pada mulanya alam semesta terpendam dan tak terwujud, dan Brahman adalah Dirinya sendiri yang merupakan suatu wujud keberadaan sehingga pencerminan pada akibat tersebut tidak akan membawa manusia pada sumber dari segala sesuatu. Dalam Upaniûad ini Brahman terlihat bukan sebagai akibat, tetapi Ia adalah penyebab awal; yang tak terlahirkan maupun terbatas; dan Dia tidak pecah menjadi semua kejamakan ini.

Àtma itu seperti àkàúa atau ether, yang meresapi segalanya. Ia dapat tampak tertutup dalam batas tertentu, seperti sebuah periuk atau sebuah ruangan dan dapat dikatakan, hal yang demikian itu sebagai dipribadikan. Tetapi dalam pembatasan tersebut, tak ada kebenaran. Badan juga seperti periuk tersebut yang membatasi àkàúa yang tertutup di dalamnya, bagi semua penampakan. Tak ada perbedaan dasar antara àkàúa di dalam periuk dan àkàúa di luar periuk; singkirkanlah faktor pembatas tersebut, maka keduanya adalah satu. Bila badan dihancurkan, sang jìwi bergabung dengan yang universal atau Paramàtma. Pembatasan itulah yang tampak untuk membatasi sang àtma, yang tiada lain adalah Paramàtma itu sendiri. Sang jìwi tak akan pernah dapat dianggap sebagai  satu anggota atau awayawa, maupun penyesuaian atau wikàra dari Paramàtman.

Kelahiran dan kematian dari jìwi, dan berkelana di angkasa dari satu loka ke loka lainnya, semuanya itu tidak nyata; hanya merupakan penampakan dan bukan realitas. Menyelamlah ke dalam permasalahan tersebut, dan kamu akan mendapatkan bahwa dwaita tidak bertentangan dengan adwaita. Pertentangan yang terjadi adalah antara berbagai keyakinan dwaitik dan aliran pemikiran saja. Bagi seorang adwaitin, semuanya ini adalah Parabrahman, sehingga ia tak mengenal pertentangan. Bagi seorang Dwaitin, selalu ada suasana keterikatan dan kebanggaan serta kebencian, karena di sana selalu ada dua hal berupa ketakutan dan keterikatan serta segala akibat penderitaan. Adwaita merupakan kebenaran tertinggi; sedangkan Dwaita merupakan suatu sikap mental tertentu. Oleh karena itu, dualisme dapat menggerakkanmu hanya sepanjang pikiran masih aktif. Dalam keadaan tertidur atau dalam samàdhi, tak ada hal yang dikenal sebagai “dua”. Apabila awidyà menguasai perbedaan meraja lela; sedang apabila widyà ditegakkan, kesatuan akan dialami. Oleh karena itu, tak ada pertentangan atau pertengkaran antara Dwaita dan Adwaita. Tali merupakan penyebab dari semua khayalan dan tipuan; Brahman merupakan penyebab dari segala khayalan dan tipuan yang dinyatakan dengan kata “alam” atau “jagat” ini.

Adalah tidak benar untuk mengatakan bahwa Paramàtma lahir sebagai jagat, karena bagaimana dapat kemampuan utama yang satu atau swabhàwa dirubah ? Kejamakan bukanlah ciri-ciri dari Paramàtmatattwa. Úruti menyatakan hal ini dalam berbagai konteks permasalahan. Bahkan menolak mereka yang melihat-Nya sebagai banyak. Saksi dari segala tahapan pikiran, bahkan pada penghilangannya, tak pernah dapat dikenali sebagai pikiran. Hanya saksi itu sendiri sajalah yang abadi, tak terpengaruh oleh waktu dan ruang. Itulah yang merupakan àtma-caitanyam, yaitu satyam atau kebenaran; sedangkan yang lainnya, semuanya tidak nyata.
Palingkan pikiran dari dunia indriya melalui pelaksanaan pembedaan (wiweka) dan ketidak terikatan (wairàgya); maka kamu mencapai keadaan Amanobhawa, yaitu pengalaman tanpa pikiran. Di samping itu, kamu harus mengingat hal lain, yaitu usaha untuk mengendalikan pikiran tanpa suatu pengertian yang jelas dari sifat dunia indriya, merupakan usaha sia-sia yang tak ada nilainya, pada saat keterikatan tidak berakhir dan hasutan tak akan berkurang secara mudah.

Mereka akan berkecambah lagi pada kesempatan pertama. Apa yang harus dilakukan adalah mengembangkan kelembaman pikiran selama tidur lelap ke dalam satu tahapan ke tak terpakaian yang permanen. Apabila yakin bahwa semua pengalaman indriya tidak nyata dimantapkan secara baik dan sungguh-sungguh, pikiran tidak akan berfungsi lagi sebagai suatu perantara pembingung; dan ia akan mengendap tanpa daya, sebagai suatu anggota yang almarhum. Bagaimanapun laparnya seseorang, ia tak akan memakan sesuatu yang sudah dibuangnya, bukan?

Untuk mengetahui àtma, yang merupakan tujuan realisasi, adalah menghilangkan tidur, lahir, nama, rupa, dan sebagainya; yang secara kekal semarak sendiri, atau nityaswayamprakaúa, dan untuk mengetahui hal ini adalah mengatasi semua wikàra atau hasutan dari pikiran. Mengusahakan untuk mengekang pikiran tanpa bantuan pembedaan atau membuat manusia mengetahui ketidaknyataan dari obyek-obyek wiûaya, adalah seperti berusaha mengosongkan lautan dengan memakai selembar rumput yang jelas merupakan kebodohan dan sia-sia. Mantapkanlah dalam keyakinan bahwa alam ini merupakan suatu mytos atau fantasi, lalu kamu dapat mengharapkan praúànti dan abhaya, yaitu kedamaian dan tanpa rasa takut.

Seperti daya penggerak di belakang setiap kelahiran atau produk yang harus menjadi satu tujuan, demikian pula sat atau asat, ataupun sat-asat, bukan ? Apakah sesungguhnya yang merupakan perubahan yang terjadi ? Penyebab atau karaóa mengalami perubahan atau wikàra dan mendapat perubahan menjadi karya. Baiklah, sat tidak memiliki wikàra, sehingga tak ada kelahiran yang mungkin berasal dari sat. Asatya merupakan ketiadaan dan tak sesuatu bersama-sama. Oleh karena itu, sat dan asat tak dapat dipahamkan bersama-sama. Oleh karena itu, secara logika tak ada sesuatu apa pun yang dapat dilahirkan atau dihasilkan; dan karaóa tak dapat menjadi karya.

Apabila kami ingat api, kamu tidak merasakan panas; hanya apabila kamu memegangnya, maka kamu akan merasakan panas. Demikian pula semua objek berbeda dengan jñàna tentang hal itu. Pengetahuan adalah satu hal, sedang pengalaman nyata merupakan hal lainnya. Selanjutnya, penyelidikan tentang penyebab awal merupakan petualangan yang tanpa akhir; karena walaupun ularnya tidak ada sama sekali seseorang melihatnya pada seutas tali yang kesemuanya itu merupakan sebuah rekaan dari khayalan semata. Dalam mimpi yang tak sesuatu pun ada yang nyata, segala kegembiraan dan kesedihan dari kejamakan itu dialami. Bagi persekongkolan dan penyimpulan dari pikiran, tak diperlukan dasar ataupun penjelasan lebih lanjut. Penyimpulan yang tak dapat ditanggapi tentang alam dunia yang tidak nyata, akan mengusik pikiran selama pencerahan dari kebenaran tidak ada. Sangkutan khayalan adalah nasib dari mereka yang terserap dalam awidyà atau ajñàna.

Upaniûad ini telah menyatakan dalam istilah-istilah yang jelas bahwa sat tak akan pernah dapat menjadi penyebab bagi karya, yaitu asat. Dunia luar diciptakan oleh citta kita sendiri, seperti asap yang muncul dari pembakaran sebuah dupa. Segala sesuatu menjadi tampak, adhyàsa atau àbhàsa, yaitu dikelirukan terjadi demikian, tetapi nyatanya tidak ada. Suasana ajñàna merupakan lahan yang subur bagi kelahiran dan kejamakan mereka. Saýsàra, yang memiliki karakter dualis dari evolusi, timbul dan tenggelam, merupakan hasil dari kekeliruan semacam itu.

Karena Paramàtma merupakan Sarwàtmaswarùpa, tak ada kemungkinan dari sebab-akibat atau keinginan-pemenuhan, atau tujuan-hasil yang tampak di dalamnya. Bagi mereka yang telah memiliki visi àtma, kesemuanya ini adalah àtma. Benih yang tertulari màyà, akan menumbuhkan pohon yang tertulari màyà pula, yang keduanya palsu dan ngambang. Demikian pula kelahiran dan kematian dari jìwi, keduanya palsu; hanya merupakan kata-kata yang tak bermanfaat. Sesuatu yang terlihat dalam mimpi, tak berbeda dengan si pemimpi, bukan ? Mereka tampak sebagai berbeda dan seperti berada di luar si pemimpi, tetapi sesungguhnya mereka merupakan bagian dari si pemimpi yang muncul dari kesadarannya sendiri. Yang merupakan saksi, tidak memiliki awal ataupun akhir. Ia tak terbelenggu oleh tugas atau kewajiban yang salah atau yang benar. Untuk mengetahui hal ini dan untuk mendapatkan kepastian dalam pengetahuan tersebut adalah untuk mencapai pembebasan dari belenggu tersebut. Riak gelombang citta lah yang menyebabkan sesuatu itu muncul, dan cittaspandana merupakan penyebab dari utpatthi. Renungkanlah hal ini dan capailah tahapan turìya dari kesadaran. Maka, nama, rùpa, wastu, bhawa, semuanya bergabung dalam àtma esa yang meresapi segalanya, dan melingkupi segalanya.

Upaniûad ini mengajarkan manusia filsafat inti, dalam istilah-istilah yang paling singkat. Ia sama sekali tidak menunjukkan pada karma atau pokok-pokok sejenis. Ia membahas tentang diri sendiri yang murni dengan ilmu àtmatattwa.
 
Màóðùkya Upaniûad termasuk dalam Atharva Veda dan terdiri dari dua belas mantra. Susastera ini berisi penjelasan tentang azas yang terdiri dari tiga unsur a, u, m yang berhubungan dengan tiga keadaan yaitu waktu terjaga, mimpi, dan tidur tanpa mimpi. Àtman Yang Maha Tinggi terwujud dalam alam ini pada bentuk kasar, yang halus dan yang mempunyai segi sebab musababnya.

Memberikan jawaban atas empat kesadaran waktu terjaga, mimpi, tidur tanpa mimpi, dan kesadaran rohani, ada segi-segi dari Kepribadian Tuhan, yang terakhir ini saja yang mencakup semua dan yang sesungguhnya nyata. Yang Mutlak dari kesadaran gaib adalah yang nyata dari Tuhan dalam agama. Dikatakan bahwa Upaniûad ini sendiri saja sesungguhnya sudah cukup untuk membawa seseorang ke arah pelepasan. Gauðapàda, gurunya Úrì Úaòkara menulis Kàrikà yang termashur mengenai Upaniûad ini, yang merupakan penjelasan pertama yang sistimatis mengenai Advaita Vedànta yang turun kepada kita. Úrì Úaòkara mengomentari baik Upaniûad ini maupun Kàrikà.

Bersambung ke :  Màóðùkya Upaniûad 2


Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar