Kamis, 10 Mei 2012

Mundakopanisad seri 1

MUÓÐAKA UPANIÛAD / MUÓÐAKOPANIÛAD

Upaniûad ini diawali dengan doa seruan, agar mata dapat melihat hal-hal yang bajik, telinga dapat mendengar suara yang baik dan kehidupan dapat dimanfaatkan dalam perenungan pada Tuhan. 

Ajaran dari Upaniûad ini dihubungkan dengan Brahmawidyà, karena ia menggambarkan atau menguraikan pertama-tama pesan-pesan Hiraóyagarbha atau Brahma penyebab, atau karena pesan-pesan yang berhubungan dengan kemuliaan Brahman. Upaniûad ini membicarakan Brahmawidyà sebagai misteri, dan hanya mereka yang kepalanya digundul dan yang melaksanakan suatu ritus api suci (agni hotra) pentahbisan penggundulan kepala saja yang dapat memahaminya. Oleh karena itu, disebut Muóðaka atau kepala gundul. Terpisah dari hal ini, Upaniûad ini dihormati sebagai puncak dari semuanya, karena ia menyatakan inti sari dari Brahma jñàna dan diperuntukkan bagi Weda keempat, yaitu Atharwa Weda.

Pengetahuan ini telah diturunkan dari para guru kepada para murid secara lisan, dari mulut ke mulut, dan diperkaya serta dipertegas dengan pengalaman. Ia juga disebut sebagai paràwidyà, atau pengetahuan tentang yang lain, apabila ia mengandung prinsip-prinsip tanpa atribut; sedangkan apabila mengandung prinsip yang dimaterialkan atau saguóa yang penuh atribut, ia disebut sebagai a-paràwidyà, yaitu pengetahuan tentang immanen, bukan aspek transendental, yang keduanya di jumpai di dalam Upaniûad ini. Ajaran-ajaran tersebut diajarkan oleh saunaka kepada Aògira, demikianlah yang dinyatakan dalam naskah-naskahnya. Weda dan Wedàòga berhubung-an dengan a-paràwidyà; sedangkan Upaniûad berhubungan khusus dengan paràwidyà;  tetapi yang cukup menarik adalah bahwa a-paràwidyà menuntun menuju paràwidyà, yaitu pengetahuan tentang Brahman yang merupakan tujuan tertinggi.

Labah-labah  mengeluarkan perwujudan jaring yang indah dari dirinya sendiri; demikian pula jagat ini (alam semesta yang berubah dan bergerak) yang diwujudkan dari Brahman sebagai penyebab. Jagat atau saýsàra ini merupakan hasil dari kesatuan ciptaan dan si pencipta. Hal ini merupakan kenyataan yang sungguh-sungguh serta bermanfaat, sepanjang seseorang menyadari akan realitas. Yang terpenting adalah bahwa seseorang memperoleh sorga dengan kegiatan suci atau kegiatan sakral yang memberikan kehidupan baru yang lebih panjang, tetapi memiliki akhir. Oleh karena itu, para pencari kebenaran kehilangan gairah untuk mencapai surga dan ia mendekati seorang guru yang lebih berpengalaman yang penuh cinta kasih yang menyuruhnya berdisiplin guna mewujudkan Brahman.
Sesungguhnya semua mahluk adalah Brahman dan bukan yang lain karena semuanya bermula dari Brahman. Seperti percikan api yang berasal dari api, seperti bulu (rambut) yang tumbuh di kulit, tetapi berbeda dengannya, demikian pula mahluk-mahluk berasal dari Brahman. Brahman menyebabkan adanya matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planet untuk bertaburan di angkasa dan Brahman juga memberi pengaruh dari semua kegiatan mahluk-mahluk. jìwi dan Ìúwara, yang pribadi dan yang universal merupakan dua ekor burung yang sedang bertengger pada sebuah pohon yang sama, yaitu badan manusia ini. Sang jìwi berbuat dan menderita akibat dari perbuatan tersebut, sedangkan Ìúwara diam dengan tenang, sebagai saksi dari burung yang satunya tadi. Bila sang jìwi memandang Ìúwara dan mewujudkan bahwa hal itu hanyalah sebuah bayangan, ia terlepas dari kesedihan dan penderitaan. Bila pikiran ditarik dengan kerinduan untuk mengetahui Ìúwara, segala keinginan yang lebih rendah akan berkurang dan lenyap. Lalu, pengetahuan tentang àtma tercapai.

Mantra terakhir dari Upaniûad ini menya-takan bahwa tujuannya adalah untuk membuat manusia dapat mencapai jñàna itu. Muóða artinya ‘kepala’ dan Upaniûad ini merupakan kepala dari semua Upaniûad, dapat dikatakan demikian. Bahkan Brahma Sùtra pun memberikan dua bab untuk memberikan arti dalam dari mantra-mantra Upaniûad ini.

Muóðaka Upaniûad ini memiliki tiga bagian, dengan dua bab pada setiap bagian. Pada bagian pertama mengenai a-paràwidyà, dan pada bab kedua mengenai paràwidyà dan cara menguasainya juga terkandung di sana. Pada bagian ketiga, sifat dari Realitas dan definisi dari pelepasan diri dari belenggu saýsàra. Karma yang membantu mencapai Brahman ditunjukkan dalam mantra-mantra tersebut. Itulah sebabnya Upaniûad ini dijunjung tinggi sebagai yang sangat sakral.

Seperti sudah dinyatakan tadi bahwa labah-labah mengeluarkan jaring dari dirinya sendiri tanpa suatu perantara luar, dan juga memintalnya. Demikian pula, ciptaan ini terbentuk tanpa suatu perantara dan alam semesta muncul. Alam atau prakåti ini tiada lain merupakan suatu perubahan dari dasar Brahman, seperti periuk dari tanah, kain dari kapas, perhiasan dari emas. Demikian pula Brahman disebut sebagai penyebab upàdana dari prakåti atau nimittakaraóa atau penyebab nimitta. Karena, alam semesta ini hanya dapat terjadi dari suatu kecerdasan tertinggi, yaitu satu kecerdasan yang segalanya lengkap, atau sarwajña. Surga merupakan tahapan tertinggi yang dapat dicapai melalui karma.
Karma atau ritus-ritus semacam itu, pemujaan api yang disebut agnihotra merupakan yang utama. Pelaksanaan ritual semacam itu membantu untuk membersihkan pikiran. Pembersihan semacam itu merupakan pendahuluan yang diperlukan menuju paràwidyà. Nyala yang timbul meninggi dari altar upacara api tampak bagi si pelaksana seolah-olah mereka memanggilnya untuk mewujudkan realitas atau Brahman. Mereka yang  melakukan ritus dengan penuh kesadaran akan manfaat mantra, dapat mencapai kesemarakan matahari, melalui persembahan yang dibuat, dan menempatkannya pada wilayahnya Indra pimpinan para dewa.

Kitab-kitab Weda menyarankan dua macam karma wajib, yaitu : Iûþa dan Pùrþa, Upacara agnihotra, yang bertalian dengan kebenaran tapas atau pengetatan, Weda-adhyayanam atau belajar Weda, memberi pelayanan kepada para tamu di rumahnya, kesemuanya ini merupakan Iûþa Karma; sedangkan membangun pura, tempat menginap para peziarah, rumah peristirahatan, kolam-kolam air, penanaman pohon peneduh dan sebagainya, kegiatan semacam itu disebut Pùrþa-Karma. Kesemuanya ini memberikan pengaruh yang bermanfaat, tetapi semua ikatan sebab-akibat semacam itu tidak abadi dan secara mendasar ada cacatnya.

Segenap ciptaan ini dibelenggu dengan nama dan rùpa sehingga tidak nyata. Ia dapat dilukiskan dengan kata-kata sehingga dibatasi dan diuraikan dengan kecerdasan dan pikiran. Paramapuruûa atau Pribadi Tertinggi sajalah yang abadi, nyata dan murni. Dia merupakan pendorong kegiatan dan pemberi akibat, tetapi Dia melampaui mata dan kecerdasan. Seperti ruji-ruji sebuah roda yang berkembang dari poros, dan yang memegang dari semua jurusan menuju pusat, semua ciptaan ini berkembang daripada-Nya.

Untuk mencapai poros pusat dan mengetahui bahwa semua ruji berasal dari padanya, pikiran merupakan alatnya. Brahman yang merupakan sasaran harus dicapai dengan anak panahnya pikiran. Setelah pikiranmu terpusatkan pada sasaran dan menggunakan ajaran-ajaran Upaniûad sebagai busur, tembaklah dengan jitu dan tepat, mengenai Brahman dan menguasainya. Di sini Pranàwa OÝ merupakan anak-anak panah.

Brahman mencerahi sang Jìwi dengan memberinya pantulan dalam kesadaran bathin atau antaá-kàraóa. Seseorang hanya perlu mengalihkan kesadaran tersebut dari dunia obyektif, serta berhubungan yang menyebabkan tercemarnya pikiran. Sekarang, latihlah kesadaran bathin itu untuk bermeditasi pada, dengan perhatian yang memusat. Bermeditasi pada àtma sebagai tak terpengaruh oleh jìwi, walaupun di dalamnya, bersamanya dan mengaktifkannya. Bermediatsilah pada-Nya di dalam hati, atau jantung, dari situ memencar nadi serta syarat-syarat halus yang terhitung jumlahnya, ke segala arah. Apabila proses ini diikuti, seseorang dapat mencapai jñàna atau kebijaksanaan.

Alam semesta merupakan alat untuk memperlihatkan  ke agungan Tuhan. Cakrawala bathin di dalam hati manusia juga merupakan suatu pemandangan yang sama dari kemuliaan Tuhan. Dia merupakan nafas dari nafas seseorang. Karena Dia tidak memiliki wujud khusus, Dia tak dapat ditembus dengan indriya-indriya lainnya. Dia melampaui pencapaian tapas dan ikatan ritual Weda. Dia hanya dapat diketahui dengan kecerdasan yang telah dibersihkan dari segala keterikatan dan kebencian, ke-akuan dan rasa kemilikan.

Jñàna sajalah yang dapat memberikan realisasi diri. Dhyàna dapat memberikan konsentrasi kecakapan, dan melalui konsentrasi, jñàna dapat diperoleh, walaupun sementara di dalam badan. Brahman mengaktifkan badan melalui lima udara vital atau pràóa. Ia berkenan menampakkan dirinya pada badan yang sama, segera setelah kesadaran bathin mencapai pemurnian yang diperlukan; karena àtma itu immanen dalam indriya-indriya luar maupun dalam, seperti minyak lembab, terserap (terendam) dalam kekotoran dari keinginan nafsu dan kecewa. Apabila kolam dalam hati menjadi jernih dari pertumbuhan cepat yang berlumpur, sang àtma bersinar dalam kesemarakannya yang mula-mula. Mereka yang mencari pengetahuan àtma ini dihormati karena ia terbebas dan menjadi Brahman yang dicita-citakannya untuk mengetahui dan terjadilah demikian.

Muóðaka Upaniûad termasuk dalam Atharva Veda dan terdiri dari tiga bab dan setiap bab terdiri dari dua bagian. Nama ini diambil dari akar kata mund, yaitu “memangkas” sebab dia yang memahami ajaran Upaniûad, biasanya dipangkas atau dibebaskan dari kesalahan dan kebodohan. Upaniûad ini menyatakan dengan jelas perbedaan antara pengetahuan yang lebih tinggi dari brahman Yang Maha Tinggi dan pengetahuan yang lebih rendah dari dunia empiris. Adalah dengan kearifan yang lebih tinggi ini dan bukanlah oleh yajña atau pemujaan seseorang dapat mencapai brahman. Hanyalah saýnyàsin yang telah melepaskan segalanya dapat mencapai Pengetahuan Maha Tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar