PRAÚNA UPANIÛAD
Praúnopaniûad merupakan suatu penambahan dari Atharwana Weda,
dan dinamakan demikian karena ia berbentuk pertanyaan-pertanyaan (Praúna) dan
jawaban. Dengan cara ini, pembahasannya menjadi lebih teliti, dan beberapa
pokok permasalahannya secara ringkas termuat dalam Mundakopaniûad. Jadi
dengan demikian Upaniûad ini menjadi sebuah ulasan dari Mundakopanisad.
Umpamanya, Muóðaka mengatakan
bahwa widyà terdiri dari dua macam, yaitu para dan apara,
dan apara widyà ada dua jenis, yaitu : karma dan upàsanà.
Dalam hal ini, Praúna kedua dan ketiga dalam Upaniûad ini terdiri
dari upàsanà. Karena disiplin karma secara penuh terbungkus dalam
karmakàóða, maka hal tersebut tidak dijelaskan di sini. Apabila karma
dan upàsanà dilaksanakan, tanpa mengharapkan hasil daripadanya, maka
ia akan memberikan penyangkalan dan ketidakterikatan. Hal inilah kesimpulan
yang ada pada praúna pertama. Bila Praúnopaniûad dipelajari
setelah Muóðaka, pokok permasalahannya akan menjadi lebih jelas.
Dari dua kesatuan, yaitu Parabrahman
dan aparabrahman. Aparabrahman tak mampu memberikan Purusàrtha,
yang merupakan nilai abadi, dan perwujudan ini serta keinginan untuk mencapai Parabrahman
abadi, para calon spiritual mendekati guru yang berwenang yaitu Pippalàda.
Perkataan Anwesamana (pencarian) dipergunakan di sini untuk menyatakan
prilaku dari para murid yang menunjukkan bahwa mereka yang terikat pada Aparabrahman,
(diri yang lebih rendah, yang tak berhubungan dengan roh tertinggi), gagal
untuk mengidentifikasikan kebenaran dasar mereka sendiri sebagai àtman.
Itulah sebabnya mereka tetap “mencari”-nya, di mana-mana di luar kebenaran
keberadaannya. Prinsip Parabrahman unik yang abadi dapat diketahui hanya
melalui disiplin úàstra, yang secara pribadi diarahkan oleh seorang
Guru.
Para pencari harus mendekati guru,
sebagai seorang “Samitpani”; yaitu bukan hanya memiliki minyak
ritualistik dari api kurban”, namun juga termasuk pemberian persembahan yang
sepantasnya. Para pencari menemui åûi Pippalàda dan beliau memberitahu
mereka itu,: “Ajaran langka dan berharga, yang berhubungan dengan rahasia
mendasar dari alam semesta dan sang diri, yang dikenal sebagai Brahmawidyà,
tak dapat diberikan kepada mereka yang tidak diinisiasi (dilantik).
Pertama-tama para murid harus berada di bawah pengawasan guru dan diuji selama
setahun.”
Apabila jangka waktu satu tahun itu
telah berlalu, Kàtyàyàna bertanya kepada åûi Pippalàda,:
“Disebabkan oleh apa mahluk-mahluk itu lahir ?”. “Mereka yang menginginkan
keturunan adalah Prajakama; dan keinginan merupakan dasar untuk
menjadikan dirinya keturunan, untuk mengabadikan sang diri itu sendiri. Hiraóyagarbha,
yang tak terpisahkan dengan Para-Brahma, adalah Prajàpati. Hiraóyagarbha,
sebagai Prajàpati, menghendaki keturunan; dan ia telah menelusuri Apara-widyà
yang terikat pada-Nya dari kelahiran terdahulu, yang menyebabkan timbulnya
kehendak dalam diri-Nya itu”; demikianlah jawaban dari guru.
Sùrya atau matahari dengan sinar-sinarnya mencerahi semua mahluk
pada 10 wilayah, dan sùrya merupakan diri Prajàpati yang
sebenarnya, sehingga semua mahluk, di wilayah-wilayah tersebut tercerahi
demikian, dan menjadi diri sebenarnya dari Prajàpati. Perkataan “prana”,
berkaitan dengan Àditya sendiri, karena Àditya (matahari)
memberikan prana (intisari vital). Karena semua mahluk mampu hidup
dengan konsumsi dari makanan, maka Matahari juga dikenal sebagai Wiúwànara.
Segenap alam semesta ini merupakan hakekat-Nya, sehingga Ia juga dikenal
sebagai Wiúwarùpa. Samwatsara atau tahun, merupakan indikator dari
waktu, sesuai dengan kedudukan matahari. Waktu hanyalah suatu rangkaian siang
dan malam, dan tahapan-tahapan ini disebabkan oleh matahari. Rotasi bulan
menyebabkan titi atau tahapan dalam kepenuhan. Daya-daya kembar
tersebut, yang berasal dari matahari dan bulan, merupakan produk dari Prajàpati,
sehingga waktu yang ditandai dengan daerah tropika, musim, bulan, dan
sebagainya juga merupakan inti sari yang sama. Prajàpati juga memiliki
siklus ke Utara dan ke Selatan.
Perenungan dan pemujaan Prajàpati
pada aspek universal ini, dihubungkan sebagai "jñàna" itu sendiri.
Mereka yang diberi jñàna ini, dan mereka yang telah menguasai
indriya-indriya, demikian pula keyakinan pada Weda, dapat secara mudah
meyakinkan dirinya bahwa sesungguhnya ia adalah àtman; dan pengejaran
pada Uttara-màrga atau jalan Uttara, ia mencapai tahapan spiritual yang
dikenal sebagai Sùryaloka. Loka tersebut merupakan tempat berlindung
semua mahluk hidup. Hanya mereka yang mengikatkan dirinya dalam pemujaan penuh
pada tugasnya sehari-hari, tanpa suatu keinginan akan hasilnya yang dapat masuk
ke dalam loka tersebut.
Musim-musim seperti Wasanta atau
musim bunga, merupakan kaki dari matahari, sebagai simbol waktu; dan 12 bulan
merupakan perangai pribadinya; Ia merupakan penyebab alam dunia, dan kebenaran
ini dinyatakan dalam mantra keempat dan keenam Hujan juga disebabkan oleh
matahari; sehingga Ia merupakan penguasa loka lainnya juga, yaitu loka
ketiga, yang disebut Dyuá-loka.
Àkàúa, Wàyu, Agni, Jalà, Bhùmì adalah unsur-unsur yang menyusun badan, yang masing-masing
memiliki ketua Dewatànya; di situ pengaktifan indriya-indriya seperti
berbicara dan indriya “mengetahui” seperti mata, juga memiliki ketua dewatà,
yang berdiam disana serta memperlihatkan fungsi-fungsinya. Pikiran dan
kecerdasan, juga memiliki dewatà dan kesemuanya itu merupakan pilar-pilar
yang menopang mahluk dan menjaga struktur badan dari kehancuran
berkeping-keping.
Badan merupakan himpunan yang
dihasilkan oleh kombinasi dari kelima unsur tersebut. Jñànendriya adalah
akibat dari kombinasi tersebut, sehingga badan merupakan kumpulan atau ikatan
dari akibat dan penyebab. Seperti ruji-ruji roda, yang terpasang pada poros prana,
demikian pula Åg, mantra Yajur, Sama, Yajña, di situ
mantra-mantra tersebut dipergunakan, ksatra yang melindungi orang-orang
dari bahaya, daya-daya Brahmanik menyucikan yajña, semuanya ini
merupakan sifat dari prana. Bila Prajàpati menjadi awan dan
mencurahkan hujan, semua mahluk bersenang hati dan memungkinnya untuk hidup.
“Semua hal yang membantu untuk bahagia, merupakan belenggu bagi-Mu, oleh karena
itu belailah kami seperti ibu. Dikau penyebab segala kekayaan dan
kesejahteraan, yang berhubungan dengan perlindungan spiritual dan phisik.
Berilah kami kekayaan dan kebijaksanaan itu.” Ini merupakan doa yang di tujukan
kepada Prajàpati. Mantra-mantra Åg, Yajus, Saman, merupakan
kekayaan Brahmanik; sedangkan harta benda merupakan kekayaan kûatriya.
Jadi Upaniûad ini menguraikan tentang masalah prana, Prajàpati
dan fungsi serta atribut-atributnya.
Selanjutnya Pippalàda menanggapi
pertanyaan dari Bhargawa dan berikutnya Kosalya, putra dari Aswala,
bertanya tentang prana. Lalu Pippalàda berkata, “Anakku sayang,
seperti bayang-bayang yang disebabkan oleh seorang pribadi, prana dihasilkan
oleh àtma. Prana mengabdikan dirinya kepada àtma melalui saòkalpa
dari manas. Seperti pemerintah yang menyusun departemen guna
menguasai harta benda negara, prana utama menunjuk prana yang
berbeda-beda, disesuaikan dengan fungsi dan daerah kerja dari tiap-tiap prana
tersebut. Mukhya-prana atau prana utama memiliki Àditya dan
dewa-dewa lain sebagai daya pendorong. Seperti percikan api yang meloncat dari
nyala api yang berkobar, mahluk-mahluk berasal dari paramàtman yang tak
termusnahkan; mereka juga kembali kepada-Nya.” Hal ini juga termuat dalam Muóðaka
Upaniûad, II.1.1.
Selanjutnya Pippalàda menjawab
pertanyaan Gàrgi sebagai berikut : “Sinar dari matahari yang tenggelam
bergabung dalam matahari itu sendiri; mereka muncul dan menyebar lagi, apabila
matahari terbit keesokan harinya. Dengan cara yang sama, selama bermimpi, dunia
indryani bergabung dalam kesadaran yang dipantulkan pikiran dan apabila
seseorang bangun dari tidurnya, kesan-kesan indriya tersebut muncul sebagai
bayangan dan tertinggal dalam wujud pembawaannya. Itulah sebabnya sang diri
atau Puruûa tidak mendengar atau melihat, merasa atau menikmati. Ia
tidak berjalan ataupun berbicara.
Lalu àtma, yang merupakan
kesemarakan murni selama tahapan mimpi, melihat, mendengar dan mengalami
sebagai wàsanà, dan apa pun yang ia lihat, dengar, dan alami selama
tahapan jaga. Bila dibuat suatu pernyataan bahwa “àtma adalah dasar dari
segala sesuatunya”, akan tercipta kesan bahwa segala sesuatu berbeda dengannya.
Tetapi perbedaan yang tampak jelas antara “dasar dari segalanya” dan “jìwa” yang
bersandar padanya, hanyalah sebuah illusi atau khayalan yang disebabkan oleh
keadaan, dan itu merupakan mental, bukan mendasar. Pippalàda juga
mengatakan bahwa loka apapun yang dimaksudkan dengan dewatà yang
dipuja melalui pranàwa loka tersebut akan tercapai.
Selanjutnya, Sukesa, putra
dari Bharadwaja bertanya kepada gurunya dan mendapat jawaban demikian :
“Puruûa yang kamu cari berada dalam badanmu sendiri, sebagai tempat
persemayaman angkasa rokhani, yaitu hati. Disebabkan oleh keberadaan-Nya di
sana itulah yang menyebabkan kamu serta merta bersinar penuh kesemarakan
pencapaian dan kepribadian. Seperti batu-batu pembatas jarak (tonggak
kilometer), yang secara maju menambah dan saling bebas, bumi, Durgà,
makanan dan Puruûa, keempat prinsip ini saling menunjang (sesuai dengan
bagian kedua dari Taittirìya). Sumbernya mungkin tak terlihat oleh mata,
tetapi karena sumber dari jñànendriya dan karmendriya telah
diuraikan sebelumnya, maka sumber dari Puruûa juga seperti itu. Semua
sungai bertemu di lautan dan kehilangan nama dan bentuknya dan selanjutnya
sungai itu disebut lautan. Demikian pula halnya, yang tinggal hanyalah Puruûa,
yang tanpa suatu pencapaian dan sifat atau perubahan; tak terhancurkan tanpa
akhir. Itulah yang aku ketahui tentang Brahman dan itulah semuanya yang
hendaknya diketahui”. Kata Pippalàda kepada Kadandhi dan
murid-murid lainnya.
Upaniûad ini diakhiri dengan pemberian hadiah kehormatan oleh para
murid kepada gurunya. Ayah hanya memberikan badan phisik, tetapi Pippalàda memberinya
Brahma-sarira dengan ajaran-ajaran àtmatattwa. Ke-enam orang
murid, masing-masing, Kadandhi, Waidarbhi, Kosalya, Suryayani, Satyakàma dan
Sukesa akhirnya hanya menanyakan enam buah pertanyaan saja.
Pertanyaan-pertanyaan dan jawaban ini memberikan kesimpulan dari Muóðaka
Upaniûad dan membantu sebagai suatu ulasan yang baik terhadap naskah-naskah
pendek tersebut. Keenam pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :
- Apa sesungguhnya Para dan Apara itu ?
- Siapakah yang melindungi dan menjaga mahluk ciptaan itu ?
- Bagaimana Hiraóyagarbha muncul dari Paramàtma ?
- Bagaimana ciptaan terjadi dari Paramàtma ?
- Bagaimana prinsip yang penuh Caitanya yaitu Prana memasuki badan dan beralih menjadi 5 saluran ?
- Indriya manakah yang berperan pada ketiga tahapan kesadaran, yaitu pada tahapan jaga, mimpi dan tidur lelap ?
Kesemuanya ini merupakan
rangkaian pertanyaan yang disimpulkan dalam Upaniûad ini.
Praúna Upaniûad termasuk dalam Atharva Veda dan terdiri dari 6
bagian yang berhubungan dengan 6 pertanyaan yang ditanyakan kepada seorang åûi oleh para sisyanya (muridnya) yang ingin mengetahui tentang sifat dari
penyebab yang paling terakhir, kekuatan aum, hubungan dari Yang Maha
Tinggi dengan penghuni dunia. Upaniûad ini disebut demikian karena dia
berhubungan dengan praúna atau pertanyaan.
Bersambung ke : Praúna Upaniûad - MANTRA
Baca juga:
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar