Sabtu, 12 Mei 2012

Prasna Upanisad

PRAÚNA  UPANIÛAD

Praúnopaniûad merupakan suatu penambahan dari Atharwana Weda, dan dinamakan demikian karena ia berbentuk pertanyaan-pertanyaan (Praúna) dan jawaban. Dengan cara ini, pembahasannya menjadi lebih teliti, dan beberapa pokok permasalahannya secara ringkas termuat dalam Mundakopaniûad. Jadi dengan demikian Upaniûad ini menjadi sebuah ulasan dari Mundakopanisad.


Umpamanya, Muóðaka mengatakan bahwa widyà terdiri dari dua macam, yaitu para dan apara, dan apara widyà ada dua jenis, yaitu : karma dan upàsanà. Dalam hal ini, Praúna kedua dan ketiga dalam Upaniûad ini terdiri dari upàsanà. Karena disiplin karma secara penuh terbungkus dalam karmakàóða, maka hal tersebut tidak dijelaskan di sini. Apabila karma dan upàsanà dilaksanakan, tanpa mengharapkan hasil daripadanya, maka ia akan memberikan penyangkalan dan ketidakterikatan. Hal inilah kesimpulan yang ada pada praúna pertama. Bila Praúnopaniûad dipelajari setelah Muóðaka, pokok permasalahannya akan menjadi lebih jelas.

Dari dua kesatuan, yaitu Parabrahman dan aparabrahman. Aparabrahman tak mampu memberikan Purusàrtha, yang merupakan nilai abadi, dan perwujudan ini serta keinginan untuk mencapai Parabrahman abadi, para calon spiritual mendekati guru yang berwenang yaitu Pippalàda. Perkataan Anwesamana (pencarian) dipergunakan di sini untuk menyatakan prilaku dari para murid yang menunjukkan bahwa mereka yang terikat pada Aparabrahman, (diri yang lebih rendah, yang tak berhubungan dengan roh tertinggi), gagal untuk mengidentifikasikan kebenaran dasar mereka sendiri sebagai àtman. Itulah sebabnya mereka tetap “mencari”-nya, di mana-mana di luar kebenaran keberadaannya. Prinsip Parabrahman unik yang abadi dapat diketahui hanya melalui disiplin úàstra, yang secara pribadi diarahkan oleh seorang Guru.

Para pencari harus mendekati guru, sebagai seorang “Samitpani”; yaitu bukan hanya memiliki minyak ritualistik dari api kurban”, namun juga termasuk pemberian persembahan yang sepantasnya. Para pencari menemui åûi Pippalàda dan beliau memberitahu mereka itu,: “Ajaran langka dan berharga, yang berhubungan dengan rahasia mendasar dari alam semesta dan sang diri, yang dikenal sebagai Brahmawidyà, tak dapat diberikan kepada mereka yang tidak diinisiasi (dilantik). Pertama-tama para murid harus berada di bawah pengawasan guru dan diuji selama setahun.”
Apabila jangka waktu satu tahun itu telah berlalu, Kàtyàyàna bertanya kepada åûi Pippalàda,: “Disebabkan oleh apa mahluk-mahluk itu lahir ?”. “Mereka yang menginginkan keturunan adalah Prajakama; dan keinginan merupakan dasar untuk menjadikan dirinya keturunan, untuk mengabadikan sang diri itu sendiri. Hiraóyagarbha, yang tak terpisahkan dengan Para-Brahma, adalah Prajàpati. Hiraóyagarbha, sebagai Prajàpati, menghendaki keturunan; dan ia telah menelusuri Apara-widyà yang terikat pada-Nya dari kelahiran terdahulu, yang menyebabkan timbulnya kehendak dalam diri-Nya itu”; demikianlah jawaban dari guru.

Sùrya atau matahari dengan sinar-sinarnya mencerahi semua mahluk pada 10 wilayah, dan sùrya merupakan diri Prajàpati yang sebenarnya, sehingga semua mahluk, di wilayah-wilayah tersebut tercerahi demikian, dan menjadi diri sebenarnya dari Prajàpati. Perkataan “prana”, berkaitan dengan Àditya sendiri, karena Àditya (matahari) memberikan prana (intisari vital). Karena semua mahluk mampu hidup dengan konsumsi dari makanan, maka Matahari juga dikenal sebagai Wiúwànara. Segenap alam semesta ini merupakan hakekat-Nya, sehingga Ia juga dikenal sebagai Wiúwarùpa. Samwatsara atau tahun, merupakan indikator dari waktu, sesuai dengan kedudukan matahari. Waktu hanyalah suatu rangkaian siang dan malam, dan tahapan-tahapan ini disebabkan oleh matahari. Rotasi bulan menyebabkan titi atau tahapan dalam kepenuhan. Daya-daya kembar tersebut, yang berasal dari matahari dan bulan, merupakan produk dari Prajàpati, sehingga waktu yang ditandai dengan daerah tropika, musim, bulan, dan sebagainya juga merupakan inti sari yang sama. Prajàpati juga memiliki siklus ke Utara dan ke Selatan.

Perenungan dan pemujaan Prajàpati pada aspek universal ini, dihubungkan sebagai "jñàna" itu sendiri. Mereka yang diberi jñàna ini, dan mereka yang telah menguasai indriya-indriya, demikian pula keyakinan pada Weda, dapat secara mudah meyakinkan dirinya bahwa sesungguhnya ia adalah àtman; dan pengejaran pada Uttara-màrga atau jalan Uttara, ia mencapai tahapan spiritual yang dikenal sebagai Sùryaloka. Loka tersebut merupakan tempat berlindung semua mahluk hidup. Hanya mereka yang mengikatkan dirinya dalam pemujaan penuh pada tugasnya sehari-hari, tanpa suatu keinginan akan hasilnya yang dapat masuk ke dalam loka tersebut.

Musim-musim seperti Wasanta atau musim bunga, merupakan kaki dari matahari, sebagai simbol waktu; dan 12 bulan merupakan perangai pribadinya; Ia merupakan penyebab alam dunia, dan kebenaran ini dinyatakan dalam mantra keempat dan keenam Hujan juga disebabkan oleh matahari; sehingga Ia merupakan penguasa loka lainnya juga, yaitu loka ketiga, yang disebut Dyuá-loka.

Àkàúa, Wàyu, Agni, Jalà, Bhùmì adalah unsur-unsur yang menyusun badan, yang masing-masing memiliki ketua Dewatànya; di situ pengaktifan indriya-indriya seperti berbicara dan indriya “mengetahui” seperti mata, juga memiliki ketua dewatà, yang berdiam disana serta memperlihatkan fungsi-fungsinya. Pikiran dan kecerdasan, juga memiliki dewatà dan kesemuanya itu merupakan pilar-pilar yang menopang mahluk dan menjaga struktur badan dari kehancuran berkeping-keping.

Badan merupakan himpunan yang dihasilkan oleh kombinasi dari kelima unsur tersebut. Jñànendriya adalah akibat dari kombinasi tersebut, sehingga badan merupakan kumpulan atau ikatan dari akibat dan penyebab. Seperti ruji-ruji roda, yang terpasang pada poros prana, demikian pula Åg, mantra Yajur, Sama, Yajña, di situ mantra-mantra tersebut dipergunakan, ksatra yang melindungi orang-orang dari bahaya, daya-daya Brahmanik menyucikan yajña, semuanya ini merupakan sifat dari prana. Bila Prajàpati menjadi awan dan mencurahkan hujan, semua mahluk bersenang hati dan memungkinnya untuk hidup. “Semua hal yang membantu untuk bahagia, merupakan belenggu bagi-Mu, oleh karena itu belailah kami seperti ibu. Dikau penyebab segala kekayaan dan kesejahteraan, yang berhubungan dengan perlindungan spiritual dan phisik. Berilah kami kekayaan dan kebijaksanaan itu.” Ini merupakan doa yang di tujukan kepada Prajàpati. Mantra-mantra Åg, Yajus, Saman, merupakan kekayaan Brahmanik; sedangkan harta benda merupakan kekayaan kûatriya. Jadi Upaniûad ini menguraikan tentang masalah prana, Prajàpati dan fungsi serta atribut-atributnya.

Selanjutnya Pippalàda menanggapi pertanyaan dari Bhargawa dan berikutnya Kosalya, putra dari Aswala, bertanya tentang prana. Lalu Pippalàda berkata, “Anakku sayang, seperti bayang-bayang yang disebabkan oleh seorang pribadi, prana dihasilkan oleh àtma. Prana mengabdikan dirinya kepada àtma melalui saòkalpa dari manas. Seperti pemerintah yang menyusun departemen guna menguasai harta benda negara, prana utama menunjuk prana yang berbeda-beda, disesuaikan dengan fungsi dan daerah kerja dari tiap-tiap prana tersebut. Mukhya-prana atau prana utama memiliki Àditya dan dewa-dewa lain sebagai daya pendorong. Seperti percikan api yang meloncat dari nyala api yang berkobar, mahluk-mahluk berasal dari paramàtman yang tak termusnahkan; mereka juga kembali kepada-Nya.” Hal ini juga termuat dalam Muóðaka Upaniûad, II.1.1.

Selanjutnya Pippalàda menjawab pertanyaan Gàrgi sebagai berikut : “Sinar dari matahari yang tenggelam bergabung dalam matahari itu sendiri; mereka muncul dan menyebar lagi, apabila matahari terbit keesokan harinya. Dengan cara yang sama, selama bermimpi, dunia indryani bergabung dalam kesadaran yang dipantulkan pikiran dan apabila seseorang bangun dari tidurnya, kesan-kesan indriya tersebut muncul sebagai bayangan dan tertinggal dalam wujud pembawaannya. Itulah sebabnya sang diri atau Puruûa tidak mendengar atau melihat, merasa atau menikmati. Ia tidak berjalan ataupun berbicara.

Lalu àtma, yang merupakan kesemarakan murni selama tahapan mimpi, melihat, mendengar dan mengalami sebagai wàsanà, dan apa pun yang ia lihat, dengar, dan alami selama tahapan jaga. Bila dibuat suatu pernyataan bahwa “àtma adalah dasar dari segala sesuatunya”, akan tercipta kesan bahwa segala sesuatu berbeda dengannya. Tetapi perbedaan yang tampak jelas antara “dasar dari segalanya” dan “jìwa” yang bersandar padanya, hanyalah sebuah illusi atau khayalan yang disebabkan oleh keadaan, dan itu merupakan mental, bukan mendasar. Pippalàda juga mengatakan bahwa loka apapun yang dimaksudkan dengan dewatà yang dipuja melalui pranàwa loka tersebut akan tercapai.

Selanjutnya, Sukesa, putra dari Bharadwaja bertanya kepada gurunya dan mendapat jawaban demikian : “Puruûa yang kamu cari berada dalam badanmu sendiri, sebagai tempat persemayaman angkasa rokhani, yaitu hati. Disebabkan oleh keberadaan-Nya di sana itulah yang menyebabkan kamu serta merta bersinar penuh kesemarakan pencapaian dan kepribadian. Seperti batu-batu pembatas jarak (tonggak kilometer), yang secara maju menambah dan saling bebas, bumi, Durgà, makanan dan Puruûa, keempat prinsip ini saling menunjang (sesuai dengan bagian kedua dari Taittirìya). Sumbernya mungkin tak terlihat oleh mata, tetapi karena sumber dari jñànendriya dan karmendriya telah diuraikan sebelumnya, maka sumber dari Puruûa juga seperti itu. Semua sungai bertemu di lautan dan kehilangan nama dan bentuknya dan selanjutnya sungai itu disebut lautan. Demikian pula halnya, yang tinggal hanyalah Puruûa, yang tanpa suatu pencapaian dan sifat atau perubahan; tak terhancurkan tanpa akhir. Itulah yang aku ketahui tentang Brahman dan itulah semuanya yang hendaknya diketahui”. Kata Pippalàda kepada Kadandhi dan murid-murid lainnya.
Upaniûad ini diakhiri dengan pemberian hadiah kehormatan oleh para murid kepada gurunya. Ayah hanya memberikan badan phisik, tetapi Pippalàda memberinya Brahma-sarira dengan ajaran-ajaran àtmatattwa. Ke-enam orang murid, masing-masing, Kadandhi, Waidarbhi, Kosalya, Suryayani, Satyakàma dan Sukesa akhirnya hanya menanyakan enam buah pertanyaan saja. Pertanyaan-pertanyaan dan jawaban ini memberikan kesimpulan dari Muóðaka Upaniûad dan membantu sebagai suatu ulasan yang baik terhadap naskah-naskah pendek tersebut. Keenam pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Apa sesungguhnya Para dan Apara itu ?
  2. Siapakah yang melindungi dan menjaga mahluk ciptaan itu ?
  3. Bagaimana Hiraóyagarbha muncul dari Paramàtma ?
  4. Bagaimana ciptaan terjadi dari Paramàtma ?
  5. Bagaimana prinsip yang penuh Caitanya yaitu Prana memasuki badan dan beralih menjadi 5 saluran ?
  6. Indriya manakah yang berperan pada ketiga tahapan kesadaran, yaitu pada tahapan jaga, mimpi dan tidur lelap ?

Kesemuanya ini merupakan rangkaian pertanyaan yang disimpulkan dalam Upaniûad ini.
Praúna Upaniûad termasuk dalam Atharva Veda dan terdiri dari 6 bagian yang berhubungan dengan 6 pertanyaan yang ditanyakan kepada seorang åûi oleh para sisyanya (muridnya) yang ingin mengetahui tentang sifat dari penyebab yang paling terakhir, kekuatan aum, hubungan dari Yang Maha Tinggi dengan penghuni dunia. Upaniûad ini disebut demikian karena dia berhubungan dengan praúna atau pertanyaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar